JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Ma'ruf Amin berharap, tingkat partisipasi pemilih pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dapat meningkat dibandingkan Pemilu 2019 lalu.
"Pada 2019, tingkat partisipasi pemilih menyentuh angka 81,93 persen. Saya berharap, Pemilu 2024 nanti berjalan lancar sehingga tingkat partisipasi pemilih akan meningkat," kata Ma'ruf dalam cara Habibie Democracy Forum di Jakarta, Rabu (15/11/2023).
Ma'ruf menilai, partisipasi pemilih penting untuk ditingkatkan supaya hasil Pemilu 2024 mendapatkan legitimasi dari rakyat.
Baca juga: Pemilu 2024 di Depan Mata, Wapres: Temperatur Politik Akan Menghangat
Ia meyakini, partisipasi yang tinggi dapat membuat masyarakat mengakui bahwa prinsip-prinsip jujur, adil, bebas, dan rahasia, dijalankan dengan baik pada proses pelaksanaan Pemilu.
Kendati demikian, Ma'ruf mengaku tidak mematok target partisipasi pemilih pada Pemilu 2024 mendatang di angka tertentu.
"Mengenai berapanya, jangan sampai menurun. Kalau menurun, ini berarti ada ketidakpercayaan masayrakat. Itu perlu kita prihatinkan kalau itu sampai terjadi, ada kekurangpercayaan masyarakat," kata Ma'ruf.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga berharap agar partisipasi pemilih pada Pemilu 2024 melebihi capaian pada pemilu lima tahun sebelumnya atau tak kurang dari 81,9 persen.
Senada dengan Ma'ruf, Tito menekankan bahwa tingginya partisipasi pemilih adalah salah satu indikator penting kesuksesan penyelenggaran pemilu.
"Partisipasi pemilih yang tinggi akan memberi legitimasi yang kuat terhadap siapa pun yang menang menjadi pemerintah," kata Tito dalam acara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, 13 Maret 2023 lalu.
Baca juga: Wapres: Cita-cita 100 Tahun Indonesia Mesti Didukung Demokrasi yang Matang
"Kita berharap partisipasi pemilih kita paling tidak jangan sampai turun, paling tidak sama," lanjutnya.
Ia mengungkapkan bahwa capaian Indonesia sebetulnya sudah cukup baik dalam memastikan partisipasi pemilih yang tinggi.
Sejak Reformasi, partisipasi pemilih Indonesia memang selalu meningkat dari pemilu ke pemilu.
Tito mengeklaim bahwa capaian Indonesia bahkan telah melampaui negara-negara demokrasi yang mewajibkan warganya memberikan suara.
Baca juga: Wapres: Kita Minta TNI, Polri, ASN Jaga Netralitas Pemilu di Lapangan
Padahal, Indonesia tidak menganut hal itu karena pemberian suara merupakan hak warga negara, bukan kewajiban, melainkan kesukarelaan.
"Indonesia menganut sistem itu dan kita di tahun 2019 first time also the highest ever, 81,9 persen partisipasi pemilih kita, dan itu jauh di atas negara-negara demokrasi yang menerapkan mandatory (kewajiban)," ungkap eks Kapolri tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.