JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri buka suara soal dinamika politik yang terjadi baru-baru ini yang melibatkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebagaimana diketahui, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 memuluskan jalan putra sulung Presiden Joko Widodo yang sedianya kader PDI-P, Gibran Rakabuming Raka, menuju panggung Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) pendamping bakal calon presiden (capres) Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto.
Putusan tersebut kontroversial, sampai-sampai Anwar Usman yang merupakan adik ipar Jokowi sekaligus paman dari Gibran, dicopot dari kursi Ketua MK.
Menanggapi ini, Megawati angkat bicara. Dalam video berjudul “Suara Hati Nurani” yang ditayangkan YouTube PDI Perjuangan, Minggu (12/11/2023), Mega menyinggung soal sejarah pembentukan MK, reformasi dan pemerintahan otoriter, hingga manipulasi hukum.
1. Pembentukan MK
Megawati mengatakan, konstitusi merupakan pranata kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus diikuti dengan selurus-lurusnya.
Konstitusi, kata dia, tidak hanya ditaati sebagai sebuah hukum dasar tertulis, tetapi harus memiliki roh yang mewakili kehendak dan tekad tentang bagaimana tata pemerintahan negara disusun dan dikelola dengan sebaik-baiknya, sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dibentuklah Mahkamah Konstitusi yang keberadaannya diatur dalam Undang-undang Dasar 1945, khususnya Pasal 7B, Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 24C.
“Dari namanya saja Mahkamah Konstitusi ini seharusnya sangat-sangat berwibawa, memiliki tugas yang sangat berat dan penting guna mewakili seluruh rakyat Indonesia di dalam mengawal konstitusi demokrasi,” kata Megawati.
MK didirkan pada Agustus 2003, ketika pemerintahan RI dipimpin Megawati. Mega mengaku, sebagai presiden saat itu, dirinya sangat serius menggarap pembentukan MK.
Didampingi Menteri Sekretaris Negara, Megawati sendiri yang mencarikan gedung untuk kantor MK. Diputuskanlah gedung MK di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, di ring satu berdekatan dengan Istana Kepresidenan.
“Sehingga Mahkamah Konstitusi tersebut harus bermanfaat bukan bagi perorangan, tapi bagi rakyat, bangsa, dan negara,” kata Presiden kelima RI itu.
2. Reformasi dan pemerintah otoriter
Megawati juga menyebut bahwa pembentukan MK merupakan bagian dari reformasi yang dikehendaki oleh rakyat. Reformasi menjadi momen perlawanan rakyat terhadap watak dan kultur pemerintahan yang pada waktu itu sangat otoriter.
“Dalam kultur dan sangat sentralistik ini, lahirlah nepotisme, kolusi, dan korupsi. Praktik kekuasaan yang seperti inilah yang mendorong lahirnya reformasi,” kata Mega.
Semangat reformasi yang berkobar-kobar itu, kata Mega, menggerakkan rakyat sehingga berhasil mengantarkan Indonesia ke era demokrasi. Bukan hal mudah untuk mencapai titik tersebut.
Sebab, di balik tercapainya reformasi, ada pengobranan rakyat dan mahasiswa melalui peristiwa Kerusuhan 27 Juli (Kudatuli), peristiwa Trisakti, peristiwa Semanggi, penculikan para aktivis, dan lain-lain.
Menurut Mega, praktik kekuasaan yang otoritaritariansime itulah yang telah dikoreksi pada era demokrasi saat ini.
“Maka, melalui reformasi, janganlah lupa, lahirlah demokratisasi melalui pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung dan terbatas, serta undang-undang tentang pemerintahan yang bebas dari nepotisme, kolusi, dan korupsi,” tuturnya.
3. Manipulasi hukum
Megawati pun mengaku sangat prihatin dan menyayangkan terjadinya dinamika di MK belakangan ini. Ia menyebut, peristiwa ini memperlihatkan terjadinya manipulasi hukum.
“Apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi akhir-akhir ini telah menyadarkan kita semua bahwa berbagai manipulasi hukum kembali terjadi. Itu semua akibat praktik kekuasaan yang telah mengabaikan kebenaran hakiki, politik atas dasar nurani,” kata dia.
“Dengan keadilan inilah, kemakmuran pasti akan bisa diwujudkan. Karena itulah, terus genggam erat semangat reformasi itu,” ujarnya.
4. Putusan MKMK
Namun demikian, Mega bilang, keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyikapi dinamika politik yang terjadi belakangan ini telah memberikan cahaya terang di tengah kegelapan demokrasi.
Dalam putusannya MKMK memutuskan memberhentikan Anwar Usman dari Ketua MK lantaran terbukti melakukan pelanggaran etik berat.
“Keputusan MKMK tersebut menjadi bukti bahwa kekuatan moral, politik, kebenaran, dan politik akal sehat tetap berdiri kokoh meski menghadapi rekayasa hukum konstitusi,” kata Mega.
5. Kecurangan pemilu
Terakhir, Megawati berpesan kepada seluruh pihak untuk mengawal Pemilu 2024. Pemilu mendatang, kata dia, hendaknya digunakan sebagai momentum untuk mendapatkan pemimpin terbaik yang benar-benar mewakili kehendak rakyat, mengayomi Indonesia agar menjadi bangsa hebat unggul dan berdiri di atas kaki sendiri.
“Jangan lupa terus kawal demokrasi berdasarkan nurani. Jangan takut untuk bersuara. Jangan takut untuk berpendapat, selama segala sesuatunya tetap berakar pada kehendak hati rakyat,” ucapnya.
Menurutnya, kedaulatan rakyat harus terus dijunjung tinggi. Pemilu harus diselenggarakan secara demokratis, jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia tanpa ada kecuali. Katanya, tak boleh ada intimidasi rakyat seperti dulu lagi.
“Jangan biarkan kecurangan pemilu yang akhir ini terlihat sudah mulai akan terjadi lagi. Gunakan hak pilihmu dengan tuntunan nurani,” tutur putri Proklamator Soekarno itu.
Duduk perkara
Seperti diketahui, pada Senin (16/10/2023), MK melalui putusan uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 menambahkan norma dalam Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Lewat putusannya, MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun menjadi capres atau cawapres selama punya pengalaman sebagai kepala daerah atau pejabat negara lain yang dipilih melalui pemilu.
Putusan ini memberi tiket untuk Gibran Rakabuming Raka melaju ke panggung Pilpres 2024. Sebab, meski baru berusia 36 tahun, Gibran punya bekal sebagai Wali Kota Surakarta.
Pada Minggu (22/10/2023), Gibran secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto. Prabowo-Gibran juga telah mendaftar sebagai bakal capres-cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada Rabu (25/10/2023).
Putusan MK tersebut menuai polemik lantaran diketuk oleh Anwar Usman yang saat itu menjabat sebagai ketua mahkamah. Saking gaduhnya, Anwar dan hakim konstitusi lain dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Pada Selasa (7/11/2023), MKMK memutuskan mencopot Anwar dari jabatan Ketua MK. Adik ipar Jokowi itu terbukti melakukan pelanggaran berat.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua mahkamah konstitusi kepada hakim terlapor,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat.
Anwar melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.
Buntut pelanggaran ini, Anwar tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
“Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” tutur Jimly.
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/13/11162741/5-poin-suara-hati-megawati-dari-sejarah-mk-hingga-kecurangan-pemilu