JAKARTA, KOMPAS.com - Desakan agar Anwar Usman mundur sebagai hakim konstitusi terus bergulir. Desakan itu disuarakan sejumlah pihak, dari tokoh agama, aktivis, maupun politisi.
Ketua Tanfizidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Alissa Wahid misalnya, yang meminta agar pria asal Bima, Nusa Tenggara Barat itu berhenti jadi Hakim MK.
"Kepada Hakim MK Anwar Usman saya mendorong untuk mengundurkan diri. Mengapa, karena sudah jelas memang terjadi pelanggaran berat keputusan MKMK kemarin," ujar Alissa saat ditemui di Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (9/11/2023).
Adapun Majelis Kehormatan MK (MKMK) telah menetapkan Anwar Usman melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik hakim konstitusi terkait putusan uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia calon wakil presiden.
Baca juga: Alissa Wahid Desak Anwar Usman Mundur dari Hakim MK
Keputusan itu melanggengkan ponakannya, Gibran Rakabuming Raka mendaftar sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Atas pelanggaran itu, Anwar Usman diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun Anwar Usman yang telah terbukti melakukan pelanggaran itu berkilah difitnah. Ia melawan dengan menyebut tuduhan yang telah terbukti itu sebagai fitnah yang keji.
Baca juga: Cak Imin soal Anwar Usman Dicopot dari Ketua MK karena Langgar Kode Etik: Menyedihkan
Anwar mengeklaim bahwa dirinya telah mendapatkan kabar soal skenario politisasi dengan menjadikannya obyek dalam putusan MK tersebut, termasuk soal rencana pembentukan MKMK.
Alissa melanjutkan, sulit mengharapkan mekanisme legal formal untuk memecat Anwar Usman sebagai hakim MK.
"Karena itu saya mengetuk hati Pak Hakim MK Anwar Usman untuk mengundurkan diri saja, demi mengembalikan marwah MK sendiri, karena untuk kepentingan yang lebih jauh, lebih panjang untuk bangsa ini," tandasnya.
"Menurut saya sih sebaiknya begitu (mundur) karena sudah nyata-nyata terjadi pelanggaran serius. Nah, ini pelanggaran berat bukan pelanggaran yang ringan," kata Gomar.
Baca juga: Ketum PGI Berharap Anwar Usman Mundur dari Hakim MK
Sedangkan Direktur Eksekutif PVRI Yansen Dinata menuturkan, Anwar Usman seharusnya tak lagi jadi Hakim MK karena bisa memberikan pengaruh nepotisme.
"Jika membiarkan Anwar Usman tetap di dalam MK, maka sama artinya dengan membolehkan pelaku nepotisme tetap memegang kuasa di ruang konstitusi. Dampak jangka panjangnya, tidak menutup kemungkinan jika MK di kemudian hari bisa digunakan kembali untuk kepentingan oligarki," kata Yansen.
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid menilai, jika Anwar masih bercokol di MK akan menjadi penghalang imparsilitas MK. Ia meminta Anwar Usman segera mundur.
"Ia akan menjadi penghalang bagi imparsialitas bagi keluhuran martabat hakim gitu. Itulah sebabnya kenapa kami semua menyarankan, mendesak kepada Pak Anwar Usman mengundurkan diri," kata Usman Hamid di acara Satu Meja The Forum yang tayang di YouTube Kompas TV, Rabu (8/11/2023) malam.
Menurut Usman Hamid, tidak menutup kemungkinan sengketa terkait hasil Pemilihan Umum (Pemilu) bisa kembali terjadi seperti pengalaman di tahun 2014 dan 2019 lalu.
Oleh karena itu, ia mengatakan, perlu adanya antisipasi dengan adanya kepercayaan publik pada independensi dan imparsilitas institusi MK.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow menilai, sulit buat publik kembali mempercayai MK jika masih ada sosok Anwar Usman duduk di kursi hakim konstitusi. Kendati Anwar sudah dicopot dari Ketua MK.
Pemilihan Ketua MK tersebut digelar pada Kamis, yang disepakati melalui musyawarah mufakat para hakim konstitusi dalam rapat pleno tertutup.
"Menyepakati Ketua Mahkamah Konstitusi terpilih adalah Yang Mulia Bapak Dr. Suhartoyo dan insya Allah Senin akan diambil sumpahnya di ruangan ini," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra, Kamis.
Baca juga: Suhartoyo Ungkap Alasan Bersedia Jadi Ketua MK Saat Citra Mahkamah Terpuruk
MK mengonfirmasi, seluruh hakim konstitusi hadir di dalam rapat tersebut, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Manahan M. P. Sitompul, Suhartoyo, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan M. Guntur Hamzah.
Akan tetapi, imbas pelanggaran etik berat, Anwar tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
Baca juga: Profil Suhartoyo: Dulu Pimpin PN Jaksel, Kini Jadi Ketua MK Gantikan Anwar Usman
Suhartoyo mengatakan, ia bersedia jadi Ketua MK setelah ada permintaan dari rekan-rekannya sesama hakim.
Ia berujar bahwa terdapat dorongan untuk memulihkan kembali nama MK setelah kasus pelanggaran etik para hakim konstitusi yang diputus Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Selasa lalu.
Sementara itu, Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti berharap MK kembali membangun citra positif ke depan setelah kejadian ini, alih-alih meributkan keputusan yang dijatuhkan MKMK.
Baca juga: PP Muhammadiyah Nilai Pencopotan Anwar Usman dari Ketua MK Sudah Tepat
Citra positif itu bisa dibangun dengan memperbaiki kinerja dan meningkatkan integritas hakim konstitusi.
Dengan begitu, kepercayaan masyarakat terhadap MK bisa kembali, bahkan lebih baik.
"Kita harapkan menjadi Mahkamah dalam beberapa hal, nanti akan terlibat dalam penyelesaian sengketa pemilihan umum. Maka bagaimana MK dapat memperbaiki diri, meningkatkan kualitas kinerja para anggota, menjadi kunci untuk MK tetap mendapatkan kepercayaan dari masyarakat," katanya.
Baca juga: Mahfud: Mudah-mudahan Ketua MK Baru Tidak Terkontaminasi
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menaruh harapan kepada hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo yang terpilih menjadi Ketua MK menggantikan Anwar Usman.
Mahfud memandang, Suhartoyo adalah sosok hakim yang dapat diharapkan supaya tidak membiarkan MK menjadi lembaga yang rusak.
"Sampai saat ini sih rasanya teman saya ini masih bisa diharapkan, mudah-mudahan tidak terkontaminasi, dan tidak membiarkan MK rusak. Harus diperbaiki dan diperbaiki," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.