JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD membantah tuduhan hakim konstitusi Anwar Usman yang menyebut ada konflik kepentingan ketika dirinya memimpin MK.
"Memang pernah ada dulu gugatan, tapi tidak ada conflict interest hakim itu, institusi semuanya yang diuji," kata Mahfud di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Mahfud menjelaskan bahwa konflik kepentingan yang ditudingkan Anwar Usman itu berkaitan dengan uji materi terkait Undang-Undang (UU) MK yang ditangani oleh dirinya saat itu.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan itu mengatakan, pokok uji materi UU MK itu mengenai perubahan masa jabatan MK.
Baca juga: Tak Khawatir Polemik MK Ganggu Langkah Prabowo-Gibran, TKN: Banyak Masyarakat Tak Terlalu Tahu
Namun, Mahfud menilai, tidak ada konflik kepentingan dalam pengujian tersebut karena seluruh hakim MK sama-sama terlibat dalam proses tersebut.
"Kita biarin aja, karena ada orang menguji, diuji bersama-sama. Siapa yang conflict of interest, wong sembilannya yang mengadili enggak ada yang mempersoalkan," ujar Mahfud.
Diberitakan sebelumnya, Anwar Usman tak terima disebut terlibat konflik kepentingan karena ikut mengadili gugatan uji materi UU Pemilu terkait batas usia minimal capres-cawapres.
Ia merasa sikapnya tak mundur dari mengadili gugatan batas usia capres-cawapres bukan berarti membiarkan konflik kepentingan.
Baca juga: Mahfud: Mudah-mudahan Ketua MK Baru Tidak Terkontaminasi
Adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu mengatakan, ada banyak putusan MK terdahulu yang bisa saja dianggap mengandung konflik kepentingan, tetapi para hakim konstitusi tak ada yang mundur dari mengadili perkara tersebut.
Anwar Usman lantas menyebutkan bahwa konflik kepentingan itu terjadi ketika MK dipimpin Jimly Asshiddiqie, Mahfud MD, dan Hamdan Zoelva.
Adapun Anwar Usman dinilai terlibat konflik kepentingan karena ikut mengadili perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang didaftarkan oleh pengagum Gibran Rakabuming Raka, Almas Tsaqibbiru.
Dalam uji materi itu, pemohon secara gamblang mengaku sebagai pengagum Gibran, putra Presiden Jokowi sekaligus ponakan Anwar Usman.
Ia meminta syarat minimum usia capres-cawapres 40 tahun dalam UU Pemilu diubah karena menghalangi Gibran untuk melaju pada Pilpres 2024.
Baca juga: Ganjar Harap Marwah MK Kembali dengan Terpilihnya Ketua yang Baru
Anwar Usman bukan hanya sekadar ikut mengadili perkara itu, melainkan juga terbukti terlibat membujuk hakim lain agar menyetujui uji materi tersebut, sebagaimana temuan Mahkamah Kehormatan MK (MKMK).
MKMK pun menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman sebagai Ketua MK dalam sidang pembacaan putusan etik pada Selasa, 7 November 2023.
MKMK menyatakan bahwa Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, serta prinsip kepantasan dan kesopanan.
Buntut pelanggaran ini, Anwar Usman tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
"Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan putusan.
Baca juga: Respons Mahfud soal Anwar Usman Ungkit Konflik Kepentingan saat Dirinya Ketua MK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.