JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Prof Binsar Gultom mengusulkan agar Mahkamah Konstitusi (MK) membentuk lembaga peninjauan kembali (PK) seperti layaknya di Mahkamah Agung (MA).
Sebab, MK merupakan lembaga kekuasaan kehakiman tertinggi seperti halnya Mahkamah Agung (MA).
Menurut Binsar Gultom, lembaga PK diperlukan untuk memastikan adanya konsistensi dan kualitas putusan atas gugatan yang diperiksa dan diadili di MK.
“Sekalipun dikatakan putusan MK bersifat final and binding, namun prinsip itu tidak relevan lagi dengan perkembangan hukum sekarang ini,” kata Binsar Gultom saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/11/2023).
Baca juga: Anwar Usman Didesak Mundur dari MK, Dinilai Jadi Penghalang Imparsialitas Hakim
Binsar Gultom lantas menyinggung Undang-Undang nomor 7 tahun 2020 tentang MK yang pada pokoknya terdapat persamaan antara Hakim Konstitusi dan Hakim Agung.
Misalnya, soal usia hakim di MK selama 70 tahun tanpa periodesasi sudah dipersamakan dengan Hakim Agung.
Selain itu, Ketua dan Wakil Ketua MK menurut Pasal 4 Ayat 3 UU MK berlaku setiap lima tahun dan dapat diperpanjang kembali. Hal ini juga dilakukan oleh MA.
“Berdasarkan asas persamaan ‘hak yang sama’ tidak boleh diperlakukan ‘berbeda’. Tetapi, harus dipersamakan antara MA dan MK,” ujar Profesor Kehormatan di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang ini.
“Dasar hukum lainnya, menurut konstitusi UUD 1945, karena MA dan MK sama-sama pemegang kekuasaan kehakiman, maka keduanya tidak boleh saling dibedakan,” kata Hakim pengadil kasus Kopi Sianida ini melanjutkan.
Baca juga: Mahfud Bantah Anwar Usman, Sebut Tak Ada Konflik Kepentingan Saat Dirinya Pimpin MK
Binsar Gultom berpandangan, sudah saatnya diberlakukan lembaga PK di MK. Oleh karena itu, revisi terhadap UU MK dan Hukum Acara di lembaga penjaga konsitusi perlu segera dilakukan.
Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta ini kemudian menyinggung nama-nama Hakim Konstitusi yang terkait dengan permasalah hukum. Misalnya, Akil Mochtar dan Patrialis Akbar.
Menurutnya, jika putusan MK yang dinilai oleh masyarakat tidak sesuai karena hakimnya bermasalah hukum atau hukumannya tidak konsisten, maka putusan itu dapat diuji kembali di lembaga PK-MK.
“Putusan yang dianggap beraroma memiliki tidak sesuai menurut konstitusi itu harus diselesaikan juga menurut PK seperti layaknya di MA,” ujar Binsar Gultom.
Sebagaimana diketahui, pasal-pasal yang pernah diuji di MK sebenarnya tidak bisa kembali diuji.
Namun, pengujian pada pasal yang sama bisa diajukan apabila muatan dasar atau alasannya berbeda. Muatan dasar pengujian yang dimaksud adalah UUD 1945. Hal itu diatur dalam Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: Tak Khawatir Polemik MK Ganggu Langkah Prabowo-Gibran, TKN: Banyak Masyarakat Tak Terlalu Tahu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.