Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudi Hartono
Penulis Lepas dan Peneliti

Penulis lepas dan pendiri Paramitha Institute

Republik dalam Belenggu Politik Uang

Kompas.com - 03/11/2023, 09:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KAWAN saya, mantan aktivis mahasiswa, sudah tiga kali maju sebagai calon anggota legislatif. Sebagai anak dari keluarga biasa, ia seperti menempuh jalan penuh onak dan duri. Tiga kali maju, tiga-tiganya kalah.

Padahal, sebagai mantan aktivis dengan idealisme hendak mengubah dunia, kawan saya sudah menjalani politik layaknya ost "Ninja Hatori": mendaki gunung, lewati lembah.

Sebagai calon Wakil Rakyat, segala modal sudah ia punyai: punya gagasan, sering mengadvokasi persoalan rakyat, kemampuan beretorika, empati dan keberpihakan pada rakyat kecil, rajin turun ke bawah, dan punya rekam jejak bersih.

Hanya saja, kawan saya tidak punya satu modal yang dianggap terpenting masa kini: uang. Maklum, dia datang dari keluarga petani kecil.

Meskipun bergelar sarjana, pekerjaannya tak menentu. Dia dijadikan Caleg sekadar untuk menambah suara partai.

Nasibnya berbeda antara langit dan bumi dengan seorang anak muda. Sebut saja namanya Mawar. Dia anak dari seorang pejabat yang masih berkuasa, keluarganya memegang banyak bisnis, dan lulusan kampus ternama.

Meskipun tak pernah berpeluh turun ke bawah bertemu rakyat, wajahnya hadir di banyak billboard, baliho dan spanduknya menghiasi sepanjang jalan dan perempatan.

Dan yang terpenting, pada saat Pemilu, ia bisa melakukan serangan fajar. Uangnya bisa membeli suara rakyat.

Memahami politik uang

Salah satu persoalan yang terus menggerus kualitas dan integritas demokrasi di Indonesia adalah politik uang.

Politik uang membuat seleksi pemimpin politik tidak berdasarkan kapasitas dan rekam jejak, melainkan karena kekuatan sumber daya. Dalam hal ini, uang menjadi faktor penentu pilihan politik.

Politik uang dapat dipahami sebagai bentuk mobilisasi elektoral dengan cara memberikan uang, hadiah atau barang kepada pemilih agar dicoblos dalam pemilu (Burhanuddin Muhtadi, 2019).

Namun, politik uang tak hanya menyasar pemilih, tetapi juga terkadang penyelenggara pemilu. Meski dilarang, praktik politik uang di Indonesia sangat umum.

Politik uang berbentuk praktik jual beli suara (vote buying). Dari segi waktu biasanya dilakukan jelang pemilu atau apa yang kita kenal dengan “serangan fajar.”

Politik uang juga bisa berbentuk proyek gelondongan, kolektif dan lebih bersifat jangka panjang dengan menyalahgunakan kebijakan program pemerintah, seperti bantuan sosial atau hibah maupun dana pork barrel atau proyek gentong babi (pengerahan anggaran oleh politisi/anggota parlemen ke daerah pemilihannya, seperti dana aspirasi) untuk kepentingan elektoral.

Modus lainnya berbentuk bantuan sosial dan sedekah, seperti pemberian sejumlah uang ke tempat ibadah, pembangunan fasilitas umum, kegiatan keagamaan, maupun kegiatan sosial.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com