Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sampaikan Pembelaan, Eks Dirut Bakti Tuduh BPKP Ceroboh Hitung Kerugian Proyek BTS 4G

Kompas.com - 01/11/2023, 15:59 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Anang Achmad Latif menuding Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ceroboh menghitung kerugian negara dalam kasus korupsi proyek base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5.

Hal itu disampaikannya dalam nota pembelaan atau pleidoi pribadi kasus dugaan korupsi proyek penyediaan menara BTS 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 yang menjerat Anang Latif.

Dalam surat dakwaan disebutkan, kerugian negara akibat proyek ini mencapai Rp 8,032 triliun.

"Adanya perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP, membuat saya terheran-heran. Bagaimana bisa institusi sekelas BPKP melakukan kecerobohan besar dalam melakukan perhitungan ini," kata Anang Latif saat membacakan pleidoi di PN Tipikor Jakarta, Rabu (1/11/2023).

Baca juga: Dituntut 18 Tahun dalam Kasus BTS 4G, Eks Dirut Bakti Kominfo: Seperti Kiamat…

Anang mengeklaim, Bakti Kominfo hanya membayar Rp 7,7 triliun untuk proyek BTS 4G dari senilai total Rp 10,8 triliun setelah adanya pengembalian akibat pekerjaan tidak selesai.

Namun, perhitungan kerugian negara oleh BPKP disebut sebanyak Rp 8,03 triliun.

“Bagaimana mungkin kerugiannya melebihi jumlah yang sudah dibayar padahal kondisi per 31 Maret 2022 sebanyak 1.795 lokasi on air, 1.112 lokasi di antaranya sudah BAPHP, dan mengabaikan 3.088 lokasi lainnya yang sudah mencapai progres fisik proyek mencapai 85 persen. Aneh bin ajaib," kata eks Dirut Bakti itu.

"Hal ini tentu mempertontonkan bagaimana institusi sebebesar BPKP melakukan kecerobohan besar untuk proyek prioritas nasional ini. Faktanya sampai dengan saat ini proyek jalan terus, bahkan fakta persidangan menyebutkan bahwa Presiden RI telah memerintahkan kepada Menteri Kominfo baru untuk melanjutkan proyek ini hingga tuntas," tutur dia.

Namun demikian, Anang Latif mengaku khilaf telah menerima uang terkait proyek BTS 4G sebesar Rp 5 miliar.

Baca juga: Eks Dirut Bakti Kominfo Tuding “Justice Collaborator” Irwan Hermawan Hanya Skenario Selamatkan Diri

Di hadapan majelis hakim, eks Dirut Bakti ini mengakui kesalahan dan meminta dihukum seringan-ringannya.

"Saya khilaf dan menyesali pernah menerima uang selama pekerjaan ini sebanyak Rp 5 miliar untuk membeli sebuah rumah. Saya hanyalah manusia biasa yang tidak bisa luput dari kesalahan-kesalahan,” kata Anang Latif.

“Oleh karena itu, saya memohon dengan sangat kepada Yang Mulia agar saya bisa dihukum seringan-ringannya karena saya percaya Majelis Hakim sebagai wakil Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa di dunia ini, akan berlaku seadil-adilnya," ucap dia.


Adapun dalam perkara ini, Anang Achmad Latif dituntut 18 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 5 miliar setelah dinilai jaksa penuntut umum (JPU) terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan memperkaya diri, orang lain, atau korporasi yang merugikan negara Rp 8,032 triliun dari proyek BTS 4G tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

Nasional
Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com