Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Husen Mony
Dosen

Mengajar Komunikasi Politik & Jurnalistik/Penulis

Menyoal Kemarahan Naratif Kaum Penduga

Kompas.com - 18/10/2023, 08:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tidak hanya berupa sindiran terkait politik dinasti, Jokowi dan Gibran diserang dengan penggunaan diksi penghianat, kacang lupa kulit, membunuh demokrasi, menggunakan alat negara untuk kepentingan keluarga, dan lain sebagainya.

Narasi-narasi kemarahan tersebut menjadi headline pemberitaan, trending topik di X, fyp di Tiktok, trending di Youtube, dan menghiasi reel serta berbagai story Instagram.

Narasi kemarahan diproduksi tidak hanya para oposisi, bahkan juga oleh mereka yang selama ini mendukung Jokowi atau mendukung anak dan mantunya (mendukung Gibran di Solo serta Bobby Nasution di Medan).

Narasi kemarahan diproduksi oleh berbagai kalangan, seperti akademisi, praktisi hukum, pegiat demokrasi, insan pers, pegamat politik, tokoh masyarakat, masyarakat, serta tentu saja para politisi.

Tentu masing-masing dari mereka memiliki berbagai motif di balik narasi kemarahan yang mereka produksi dan reproduksi tersebut.

Satu hal yang sama dari semua narasi tentang Gibran dan Jokowi tersebut adalah bahwa mereka mendasarkan argumentasinya pada dugaan-dugaan.

Kenapa saya sebut dugaan karena sampai sejauh ini belum ada yang bisa membuktikan bahwa: pertama, Jokowi merestui anaknya, Gibran, untuk maju menjadi cawapres.

Kedua, Gibran menyatakan secara terbuka bahwa dia akan maju menjadi cawapres (entah itu mendampingi Prabowo seperti santer terdengar atau berpasangan dengan Ganjar, capres dari rumah politiknya).

Ketiga, bukti bahwa Jokowi menyuruh PSI atau para pihak (yang kemarin permohonannya sudah diputuskan MK) untuk melakukan uji materil terkait UU Pemilu.

Keempat, Jokowi atau Gibran menyuruh pamannya, ketua MK, untuk mengabulkan permohan uji materi tersebut agar bisa diberikan jalan untuk berkontestasi di pilpres 2024. Atau paling tidak menyuruh menambahkan frasa “pernah atau sedang menjadi kepala daerah”.

Kelima, Jokowi menyuruh atau menekan hakim-hakim MK lainnya (terutama yang mendukung) agar mengabulkan permohonan uji materi tentang batas usia capres dan cawapres itu.

Faktanya, segala luapan narasi kemarahan yang beberapa hari ini mengemuka dari kaum penduga dari hasil sambung-menyambung potongan-potongan peristiwa.

Bahwa ada potensi kebenaran di dalam sambung-menyambung potongan peristiwa itu, tapi juga tentu ada potensi ketidakbenarannya.

Almas Tsaqibbirru, seorang mahasiswi dan anak muda dari Solo, yang secara kebetulan permohonan uji materinya diterima MK, dikatakan kalau gugatannya itu atas suruhan Jokowi.

Kesimpulan itu muncul hanya karena dia berasal dari Solo, menyatakan kekagumannya pada Gibran, serta ayahnya Boyamin Saiman adalah sahabat Jokowi. Tapi tidak pernah diungkapkan bukti langsung adanya perintah atau suruhan dari Jokowi atau pun Gibran itu.

Ironisnya lagi, kaum penduga berupaya menerka sesuatu yang terjadi di belakang panggung (back stage).

Kaum penduga seolah berupaya memaksakan kehendak bahwa analisa panggung belakang Jokowi dan Gibran (yang sebenarnya hanya Jokowi, Gibran, dan Tuhan-lah yang tahu) sebagai kebenaran dan oleh karenanya publik harus tahu dan publik wajib mendukung.

Alhasil, sebagian publik pun sepertinya berhasil terseret dalam narasi kemarahan kepada Jokowi dan Gibran, oleh karena narasi kaum penduga.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com