Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Ketika Hakim Konstitusi Saldi Isra Bertanya, Quo Vadis MK?

Kompas.com - 17/10/2023, 15:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Perlu perubahan UU MK," tegas Zainal.

Sayangnya, Zainal melihat ada gelagat untuk malah hendak menambah batas maksimal usia pensiun hakim konstitusi dalam wacana revisi UU MK. 

Terpisah, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa masyarakat saat ini rancu dalam melihat perkara uji materi soal syarat calon presiden dan wakil presiden ini dengan persoalan lain. 

"Gimmick di masyarakat campur aduk antara rules of games dan pencapresan," kata Jimly, Senin malam. 

Adapun terkait putusan lima perkara yang bertolak belakang dalam substansi persoalan yang sama tersebut, Jimly meminta publik menghormatinya sebagai putusan pengadilan.

"Hormati saja, meski tidak setuju. Meski saya tidak puas dengan putusan itu, tidak sependapat dengan putusan itu," kata Jimly lewat pembicaraan telepon. 

Jika memang putusan ini berimplikasi langsung pada proses pencalonan presiden dan wakil presiden untuk Pemilu 2024, Jimly melihat masih ada proses yang tidak singkat juga untuk serta merta kandidat sesuai kriteria putusan MK bisa berlaga. 

"Apa partai koalisi setuju? Ada risiko di-bully juga oleh kubu lain," ujar Jimly sembari mengemukakakan kemungkinan-kemungkinan yang dihadapi kandidat dengan kriteria seperti putusan MK.

Berdasarkan penelusuran Kompas.com, setidaknya ada dua kandidat yang punya kans membesar untuk berlaga di Pemilu 2024 berdasarkan putusan terbaru MK, di antara banyak nama kepala daerah dan penyelenggara negara sesuai kriteria putusan MK.

Dua kandidat itu adalah Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak. Gibran yang juga adalah putra sulung Presiden Joko Widodo sudah digocek berkali-kali soal kemungkinan menjadi bakal calon wakil presiden, bahkan sejak sebelum ada putusan perkara ini.

Adapun Emil Dardak, meski tak sesanter gocekan laiknya Gibran soal peluang menjadi bakal calon wakil presiden, adalah salah satu pemohon dalam rentetan lima perkara uji materi Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017.

Sekalipun gugatan Emil dkk ditolak, yaitu perkara nomor 55/PUU-XXI/2023, perubahan arah angin putusan MK di perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 bisa dibilang "membatalkan" yang telah ditolak di perkara yang diajukan Emil dkk.

Menjadi menarik pula, perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 dan Nomor 90/PUU-XXI/2023 sejatinya sama-sama membangun argumentasi pengalaman sebagai penyelenggara negara untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden, sebagai alternatif batas minimal usia 40 tahun sebagaimana diatur UU Nomor 7 Tahun 2017 sebelum putusan MK.

Peneliti senior Ipsos Indonesia, Arif Nurul Imam, berpendapat jalan demokrasi makin terjal dengan putusan MK ini. Dissenting opinion Saldi Isra, kata dia, sudah bercerita dan menggambarkan teramat gamblang ancaman yang kini dihadapi demokrasi.

Tak dapat disangkal, kata Arif, publik tetap akan menyoroti kans Gibran melenggang ke kontestasi kepemimpinan nasional berdasarkan putusan MK yang perkaranya ditangani oleh sang paman. 

Meskipun, tegas Arif, Gibran sejatinya tak punya cukup daya ungkit elektoral kalaupun benar-benar akan menggunakan putusan MK ini sebagai pintu masuk berkontestasi di Pemilu Presiden 2024. 

Belum lagi, Gibran juga akan berhadapan dengan banyak persoalan bila berlaga di Pemilu Presiden 2024 untuk kandidat yang tidak diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Bagaimana pun, kata Arif, Gibran masih menjadi anggota partai itu.

"(Tapi), kalau kemudian benar dengan putusan MK ini Gibran maju (menjadi bakal calon wakil presiden), dinasti politik (Jokowi) terjadi. Itu kan yang dikhawatirkan," ujar Arif, Selasa (17/10/2023). 

Dari semua catatan ini, penutup dissenting opinion Saldi Isra makin nyaring terdengar, quo vadis MK?

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Nasional
Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com