Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Furqan Jurdi
Praktisi Hukum dan Penulis

Aktivis Muda Muhammadiyah

Dewan Pengawas dan Integritas Insan KPK

Kompas.com - 11/10/2023, 06:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Seorang pejabat di negara seperti Jepang, misalnya, apabila mereka kedapatan naik helikopter milik swasta untuk keperluan jabatan kemudian dipersoalkan oleh publik, mungkin dia akan mundur.

Namun di Indonesia, seorang pejabat melakukan hal yang sama akan membela diri dan menunggu disidang etik. Sidang etik mengakui bahwa dia salah, tapi tidak akan diberhentikan, karena standar etik pejabat Indonesia sangat prosedural.

Akibatnya pejabat-pejabat nakal mulai mempelajari dan mengetahui sampai di mana batas pelanggaran etik itu. Sehingga mereka bisa mengukur pelanggaran apa yang perlu dihindari dan hukuman apa yang akan mereka terima.

Bahkan mekanismenya elitis, harus melanggar lebih dari dua kali baru diputus berhenti atau diberhentikan.

Sehingga tidak mengherankan pelanggaran etik semakin berkembang luas, sampai titik tertentu merupakan pelanggaran pidana.

Namun akibat ada mekanisme etik, seorang pejabat lepas dari pidana, dalam sidang etik pun dia hanya mendapatkan hukuman ringan. Inilah yang sedang terjadi.

Perbaikan Dewan Pengawas

Kalau Anda datang ke Gedung merah putih KPK untuk melaporkan pelanggaran etik, Anda akan menemukan mekanisme administrasi dan tata kerja kelembagaan dewan pengawas KPK yang kurang baik.

Jauh dari ekspestasi kita sebagai lembaga pengawas pada umunya yang memiliki mekanisme kerja terstruktur.

Jauh berbeda, misalnya, dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memiliki mekanisme pengaduan/laporan yang baik dan administrasi rapi.

Di DKPP setiap laporan yang masuk dapat diketahui perkembangannya oleh masyarakat, dan setiap pelapor dapat menanyakan perkembangan laporannya kepada pihak DKPP.

Berbeda dengan DKPP, Dewan Pengawas KPK hanya semacam perpanjangan tangan KPK. Sebab administrasi laporan diterima Pegawai KPK dan nasib laporan tidak dapat diketahui.

Ini semacam kerja kelembagaan feodal yang melembagakan sistem birokrasi yang berbelit-belit.

Padahal kelembagaan Dewas KPK sudah ditegaskan dalam UU KPK sebagai lembaga yang akan mengawasi insan KPK. Seharusnya bersifat mandiri dan profesional, baik secara administrasi, kepegawaian maupun dalam proses penanganan kasus pelanggaran etik insan KPK.

Dari bentuk pengadministrasian laporan dan tata kerja kelembagaan, dewas KPK semacam “LSM Etik” yang hanya menumpang kedudukan dan fungsi dari KPK.

Hal ini kalau tidak diperbaiki segera, maka keberadaan Dewas KPK hanya pemborosan anggaran dan tidak terlalu penting, apalagi melihat kinerja Dewas selama ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com