Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Perkara Mario Dandy Bakal Adili Gugatan Karen Agustiawan Lawan KPK

Kompas.com - 09/10/2023, 22:32 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Saut Maruli Tua Pasaribu menunjuk Tumpanuli Marbun, S,H., M,H. sebagai hakim tunggal yang bakal memeriksa dan mengadili gugatan praperadilan yang dilayangkan oleh mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina, Karen Agustiawan alias Galaila Karen Kardinah.

Karen Agustiawan mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran tidak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair periode 2011-2021.

"Oleh ketua pengadilan, sudah ditunjuk hakim tunggal yang akan memeriksa permohonan praperadilan tersebut, yaitu bapak Tumpanuli Marbun," ujar Pejabat Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto kepada Kompas.com, Senin (9/10/2023).

Baca juga: Jadi Tersangka, Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Gugat KPK

Adapun gugatan yang teregister dengan nomor perkara 113/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL ini dilayangkan Karen Agustiawan pada Jumat (6/10/2023).

Hakim Tumpanuli Marbun juga telah menjadwalkan sidang perdana perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka terhadap eks Dirut Pertamina itu pada Senin, 16 Oktober 2023.

Dilansir dari Tribunnews.com, Tumpanuli Marbun merupakan hakim dengan pangkat atau golongan Pembina Utama Madya.

Belum lama ini, Tumpanuli Marbun menjadi anggota majelis hakim yang mengadili perkara penganiayaan berat dengan terdakwa Mario Dandy.

Sebelumnya menjadi hakim di PN Jakarat Selatan, pria kelahiran 25 Maret 1965 ini juga sempat menjabat sebagai Ketua PN Bangko dan Humas PN Jakarta Utara.

Tumpanuli Marbun juga diketahui merupakan hakim yang menangani kasus perceraian selebgram Wendy Walters dan Reza Arap.

Baca juga: Karen Agustiawan dan Dugaan Kasus Korupsi yang Menjeratnya...

Selain itu, Tumpanuli pernah menangani sidang kasus kepemilikan 25 kilogram dengan terdakwa Tju Ang Pio alias Junaidi. Tumpanuli memvonis Junaidi dengan hukuman mati.

Perkara Karen Agustiawan

Dalam kasus ini, KPK menduga Karen secara sepihak memutuskan melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan asing tanpa kajian dan analisis menyeluruh.

Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 2,1 triliun.

Sementara itu, Karen Agustiawan menyatakan, pengadaan LNG di PT Pertamina di masanya menjabat sebagai dirut bukan aksi pribadi.

Ia mengeklaim, pengadaan tersebut merupakan aksi korporasi karena sudah disetujui oleh jajaran direksi secara kolektif kolegial.

"Jadi pengadaan LNG ini bukan aksi pribadi, tapi merupakan aksi korporasi Pertamina berdasarkan Inpres (Instruksi Presiden)," kata Karen sebelum masuk mobil tahanan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023).


Karen menyatakan, aksi korporasi ini dilakukan untuk mengikutI Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 terkait energy mix.

Ia pun membantah kerugian senilai Rp 2,1 triliun yang disampaikan KPK karena pengadaan gas alam cair tersebut.

Sebab, menurut Karen, Pertamina harusnya untung karena bisa menjual dengan nilai positif sekitar 70 sen/mmbtu berdasarkan dokumen bulan Oktober 2018.

"Kenapa itu tidak dilaksanakan? Saya tidak tahu. Tapi year to date sekarang dari mulai first delivery 2009 sampai 2025 itu sudah untung Rp 1,6 triliun. Dan kalau masih ada kecurigaan, satu-satunya perdagangan Indonesia dan AS yang di-file di Securities And Exchange Commission AS itu adalah perdagangan LNG," ungkap dia.

"Jadi semua perjanjian maupun harga itu transparan. Jadi silakan masih ke website tersebut," kata dia.

Baca juga: Penahanan Karen Agustiawan dan Duduk Perkara Dugaan Korupsi LNG

Lebih lanjut, Karen menyatakan, pemerintah tahu soal pengadaan LNG tersebut. Bahkan, Dahlan Iskan sempat menandatangani aksi korporasi pengadaan gas alam cair di perusahaan pelat merah tersebut.

"Itu jelas banget (ada disposisi tanda tangan Dahlan Iskan), tolong nanti yang UKP4 tolong ditanyakan ke Pertamina, di situ ada jelas bahwa ada targetnya," tutur Karen.

Adapun, menurut KPK, Karen secara sepihak memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC, Amerika Serikat (AS) tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh.

Ia pun tidak melaporkan pada Dewan Komisaris Pertamina dan tidak membahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

KPK berkesimpulan, tindakan Karen tidak mendapat restu dari pemerintah selaku pemegang saham. Kemudian, aksi korporasi yang dilakukan Karen tidak berjalan baik.

Dalam perjalanannya, semua kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik.

Baca juga: Respons Pertamina soal Mantan Dirut Karen Agustiawan Jadi Tersangka Korupsi LNG

Akibatnya, kargo LNG menjadi over supply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Kejadian ini lantas berdampak nyata dengan menjual rugi LNG di pasar internasional oleh Pertamina.

Atas perbuatannya, Karen disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Nasional
Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Nasional
Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Nasional
Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Saat Anies 'Dipalak' Bocil yang Minta Lapangan Bola di Muara Baru...

Saat Anies "Dipalak" Bocil yang Minta Lapangan Bola di Muara Baru...

Nasional
Anies Kini Blak-blakkan Serius Maju Pilkada Jakarta, Siapa Mau Dukung?

Anies Kini Blak-blakkan Serius Maju Pilkada Jakarta, Siapa Mau Dukung?

Nasional
Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Nasional
Anies ke Warga Jakarta: Rindu Saya Enggak? Saya Juga Kangen, Pengen Balik ke Sini...

Anies ke Warga Jakarta: Rindu Saya Enggak? Saya Juga Kangen, Pengen Balik ke Sini...

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com