Menurut mereka, perusahaan ini dimiliki oleh putra seorang menteri di Myanmar. Para aktivis mengatakan, Myanmar telah membeli berbagai barang dari perusahaan tersebut, termasuk pistol, senapan serbu, dan kendaraan tempur.
Pelapor khusus PBB untuk Myanmar pada Mei lalu sempat melaporkan, militer Myanmar telah mengimpor senjata dan material terkait senilai setidaknya 1 miliar dollar AS sejak kudeta, sebagian besar dari Rusia, China, Singapura, Thailand, dan India.
Baca juga: Dugaan Suplai Senjata dari 3 BUMN ke Junta Militer di Tengah Upaya Indonesia Atasi Konflik Myanmar
Diketahui, situasi di Myanmar menjadi tidak kondusif usai junta militer mengkudeta pemerintahan pada 1 Februari 2021.
Junta militer menculik Presiden Myanmar Win Myint hingga penasihat negara sekaligus ketua Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) Aung San Suu Kyi.
Karena kudeta tersebut, warga di Myanmar akhirnya melakukan demo besar-besaran menolak junta militer. Namun, junta militer menggunakan kekerasan untuk melawan warga.
Holding perusahaan pelat merah di bidang pertahanan, Defend ID, menyatakan tidak pernah menjual senjata atau alat peralatan pertahanan dan keamanan ke junta militer.
Defend ID merupakan induk perusahaan, menaungi PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia yang dilaporkan ke Komnas HAM karena disebut menjual menjual senjata ke Myanmar.
“Dapat kami sampaikan bahwa tidak ada kerja sama maupun penjualan produk alpahankam dari perusahaan tersebut ke Myanmar,” kata Direktur Utama PT Len Industri (Persero) Holding Defend ID, Bobby Rasyidin, dalam keterangan pers, Rabu (4/10/2023).
Baca juga: Komnas HAM Benarkan Laporan soal BUMN Pasok Senjata untuk Junta Militer Myanmar
Perseroan mengatakan, PT Pindad tidak pernah memasok senjata ke negara tersebut sejak 1 Februari 2023 atau tepatnya sejak kudeta berlangsung.
Ini sejalan dengan Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) nomor 75/287 yang melarang suplai senjata ke Myanmar.
Defend ID sebagai perusahaan negara, mendukung penuh resolusi PBB tersebut.
Penjualan senjata juga dibantah oleh Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (DI) Gita Amperiawan.
Ia menuturkan, perusahaannya tidak pernah ada transaksi jual beli senjata dengan junta militer.
"Sejak PT DI berdiri, tidak pernah ada transaksi atau sales kontrak dengan pemerintahan Myanmar. PT DI tidak pernah bertransaksi dengan pemerintah Myanmar baik secara langsung maupun tidak langsung,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.