Terdapat banyak kesenjangan di antara cita ideal Pancasila sebagai suatu kesatuan dan juga tiap-tiap silanya dengan realitas yang ada dalam kehidupan sehari-hari warga bangsa.
Pancasila dan aktualisasinya harus mampu menjawab kebutuhan-kebutuhan masa depan. Esensi memaknai Pancasila "sakti" adalah menempatkan Pancasila sebagai ideologi terbaik bagi bangsa ini.
Sejatinya aktualisasi Pancasila tercermin bukan hanya dengan meyakininya saja, melainkan juga memahami, dan mempraktikkan amanat nilai-nilainya sebagai pedoman hari-hari ini dan masa depan.
Tantangan terbesar Pancasila pada dasarnya berada pada seberapa kuat bangsa ini tangguh menggenggam sejarah kelam masa lalu dan mampu bertahan mengenggam falsafah sila-sila itu di tengah gempuran ideologi global yang semakin besar.
Menyambung rasa sebagai ideologi perjumpaan bagi generasi mendatang.
Ke depan, bangsa Indonesia akan terus dihadapkan pada tantangan yang jauh lebih besar dan kompleks.
Meski demikian, bangsa ini juga tak boleh terlalu khawatir karena sejatinya ada nilai perekat kolektif dalam bentuk Pancasila.
Selama kita belum mampu memulai dengan penyegaran pemikiran yang sejalan dengan kesediaan hidup berdampingan secara damai dan menjadi ihktiar kolektif nasional, maka sulit bisa memenangkan masa depan.
Rasa saling percaya pada Pancasila akhirnya harus diikat oleh kesamaan cara penerimaan kita terhadap Pancasila.
Semua memerlukan kehadiran penyelenggara negara dan warga negara yang berintegritas kuat, yang dapat memelihara kelangsungan hidup keberagamaan dan kemanusiaan, memegang teguh cita-cita persatuan yang luhur dan demokrastis, serta menjunjung tinggi prinsip keadilan.
Eksistensi Pancasila yang terjaga dalam dasar nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan harus terus dihidupi oleh seluruh elemen bangsa untuk menjawab seberapa pun besarnya tantangan masa depan.
Dalam memaknai Pancasila "sakti", usaha menumbuhkan penerimaan ideologi dan dasar negara tidak dikehendaki lewat jalan pemaksaan dan penyeragaman.
Namun, bisa dimulai melalui hal-hal sederhana seperti gotong royong, merayakan kebhinekaan, dan penumbuhan kesadaran kolektif bahwa menjadi warga bangsa adalah pilihan menerima Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.
Tanpa adanya modal kesadaran kolektif, jelas Pancasila tidak akan hadir dalam kiprah dan langkah warga bangsa.
Yang terjadi sebaliknya, Pancasila tenggelam dalam arus besar perubahan dan gempuran ideologi lain yang berlangsung cepat dan akan berdampak panjang bagi kelangsungan hidup bangsa.
Pinjam istilah dari Prof Azyumardi Azra, tidak ada alternatif lain bagi segenap warga bangsa kecuali "memulihkan" kesaktian Pancasila.
Namun, ini bukan hal sederhana karena kompleksitas masalah yang terkait dengan Pancasila dan juga dalam hubungan dengan dinamika kehidupan bangsa saat ini.
Lebih-lebih lagi ketika Pancasila dihadapkan pada berbagai realitas, yang segera menampilkan kontradiksi dan disparitas dengan cita ideal, nilai, dan norma Pancasila.
Di mana letak "sakti"-nya Pancasila, jawabnya adalah ada dalam niat dan pikiran warga bangsa. Keberlanjutannya pun sangat bergantung dengan cara-cara kita mengaktulisasikannya. Dan itu adalah tugas yang tiada akhir bagi kita untuk menjaganya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.