Namun, sebagian publik, termasuk saya, masih menaruh harapan. Alasannya, politik begitu cair. Tak ada yang tak mungkin. Apalagi, narasi yang dibawakan Ganjar dan Prabowo relatif sama: “keberlanjutan”.
Parpol pendukungnya pun hampir semua bagian dari pemerintahan Jokowi. Hanya Partai Demokrat saja yang berada di luar pemerintahan Jokowi.
Hasil survei Kompas awal Agustus 2023, juga menunjukkan betapa besar keinginan publik terhadap keberlanjutan program pemerintahan Jokowi.
Siapa pun capres – cawapres, bila mengusung program kerja kabinet pemerintahan Jokowi akan mendapat insentif elektoral.
Lalu, baik pihak Ganjar maupun Prabowo, masih juga membuka opsi tersebut. Meski masing-masing masih bertahan pada posisi capres.
Hingga detik ini memang belum ada yang “rela” menerima posisi cawapres. Tapi, di politik berlaku pula adagium “menit terakhir” (last minute). Penetapan Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga pada “menit terakhir”. Ini membuktikan bahwa adagium tersebut masih berlaku.
Menuju atau di “menit terakhir” segala kemungkinan bisa terjadi. Termasuk dua poros pada Pilpres 2024. Poros AMIN pada satu sisi dan poros penyatuan Ganjar dan Prabowo pada sisi lain. Entah dengan formasi Ganjar-Prabowo atau Prabowo-Ganjar.
Poros AMIN dengan narasi “perubahan yang diadaptasi” sedang menunggu lawan. Cepat atau lambat (mengikuti adagium “menit terakhir”), lawan AMIN adalah poros yang mendendangkan “keberlanjutan”.
Dari narasi yang didendangkan dan parpol yang mendendangkannya, saya melihat bahwa Presiden Jokowi – meminjam istilah era media sosial – adalah “trendsetter”.
Istilah “trendsetter” mengacu pada orang yang menciptakan tren terbaru, lalu diikuti oleh pengikut dengan sebutan “followers”.
Jokowi sebagai “trendsetter” tentu saja bukan tanpa kepentingan. Mustahil kelas presiden membiarkan begitu saja proses politik pada transisi kepemiminan pasca-dirinya.
Pidatonya dalam berbagai kesempatan, termasuk saat Rakernas IV PDI-P kemarin, memperlihatkan kepentingannya terhadap masa depan bangsa Indonesia. Meski tak eksplisit menyebut penyatuan poros Ganjar dan Prabowo.
Ia juga sering mengungkapkan pandangannya tentang tantangan masa depan bangsa Indonesia dan kepemimpinan yang dibutuhkan.
Karena itu, posisi Jokowi sebagai “trendsetter” akan membuat dirinya selalu dilihat, didengar perkataannya, dibaca gerak-gerik dan bahasa tubuhnya, lalu membuahkan “followers” dengan beragam kepentingan pula.
Para “followers” itu di antaranya parpol dan pemimpinnya, kelompok sukarelawan dan pemimpinnya, serta perseorangan.
Semakin mendekati “menit terakhir” tren terbaru yang diciptakan oleh Jokowi akan selalu diperhatikan “followers”. Jokowi tentu punya kontribusi besar terhadap proses politik apakah imajinasi dua poros pada Pilpres 2024 akan menjadi kenyataan atau tinggal imajinasi.
Dan, siapa tahu melalui politik pangan yang menjadi perhatian serius Jokowi terjadi titik temu antara poros Ganjar dan Prabowo. Juga titik temu dalam hal pembagian tugas politik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.