Salin Artikel

Bisikan Jokowi dan Imajinasi Titik Temu Ganjar-Prabowo

Dengan terang-terangan, saat memberikan sambutan dalam Rakernas IV PDI Perjuangan itu, Jokowi menyampaikan telah berbisik ke bakal calon presiden (capres) Ganjar Pranowo.

Jokowi meminta setelah Ganjar dilantik menjadi presiden kelak, langsung mengurus kedaulatan pangan.

Terkesan Jokowi meyakini bahwa Ganjar akan menjadi pemenang pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

"Tadi saya bisik-bisik ke beliau, 'Pak, nanti habis dilantik, besoknya langsung masuk ke kedaulatan pangan, enggak usah lama-lama'," ujar Jokowi (Kompas.com, 29/09/2023).

Saya mengikuti sambutan Jokowi melalui Youtube. Saya membaca kesan keseriusan presiden menanggapi isu kedaulatan pangan untuk kesejahteraan rakyat yang menjadi tema Rakernas IV PDI Perjuangan.

Persoalan pangan, menurut Jokowi, sangat nyata dan menjadi isu serius dunia. Pertama, karena faktor perubahan iklim dunia, dan kedua karena faktor geopolitik, seperti perang Rusia-Ukraina.

Sejumlah negara juga menahan produksi pangan, tak lagi mengekspor ke negara lain. Pangan menjadi langka dan mahal.

Tak ada cara lain, kata Jokowi, perencanaan untuk menciptakan kedaulatan pangan harus dimulai dari sekarang.

Ia menyambut positif dan sangat setuju dengan gagasan kedaulatan pangan yang disampaikan Megawati Soekarnoputri dan Ganjar Pranowo pada Rakernas tersebut.

Bisikan, tapi diungkapkan secara terang-terangan di forum terbuka, namanya bukan lagi bisikan. Di era media sosial hari ini secepat kilat pula bisikan itu diketahui oleh publik. Kategori informasinya tak lagi terbatas.

Tak aneh pula bila segera diikuti tafsir atas peristiwa tersebut. Apalagi diawali teks visual Jokowi dan Ganjar menggandeng Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI-P, saat menuruni tangga panggung Rakernas IV PDI-P. Teks visual itu juga viral bersama teks bisikan Jokowi ke Ganjar.

Dengan tangkas pula Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI-P, mengonstruksi makna bisikan Jokowi ke Ganjar Pranowo. Ia mengklaim bisikan itu kode keras bahwa Jokowi berada di barisan yang sama untuk memenangkan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

"Ini hard code dari Presiden Jokowi terhadap Pak Ganjar Pranowo. Jadi, pangan mempersatukan, pangan membangun komitmen pemenangan pemilu legislatif dan presiden secara bersama-sama," kata Hasto (Kompas.com, 29/09/2023).

Dua poros

Bisikan Jokowi ke Ganjar, saya kira, memperlihatkan pula keseriusan perjuangan imajinasi dua poros Pilpres 2024 menjadi kenyataan, ada titik temu poros Ganjar-Prabowo. Kebetulan bisikan itu dilakukan pada saat menguatnya kembali diskusi dua poros pilpres.

Pertanyaannya, siapa paling berkepentingan terhadap dua poros pilpres, titik temu Ganjar-Prabowo? Siapa yang paling mau/ingin dua poros pilpres itu bukan sekadar imajinasi?

Dari aspek penyelenggaraan pemilu, dua poros pilpres akan menghemat biaya yang tidak kecil. Dengan dua poros, pilpres hanya satu putaran. Bila tiga poros atau lebih, berpotensi dua putaran.

Dana penghematan pilpres bisa dialokasikan buat kepentingan lain. Misal, urusan kedaulatan pangan yang menurut PDI-P dan Jokowi sangat nyata dan serius.

Dengan pilpres satu putaran, masyarakat juga segera terbebas dari beban hiruk-pikuk pilpres. Perbedaan pilihan politik pada pilpres sangat berpengaruh terhadap hubungan sosial. Kohesivitas sosial tentu saja terganggu oleh perbedaan pilihan politik.

Apalagi di sejumlah daerah segera disusul pemilihan kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dampak sosio-psikologis patut dipertimbangkan.

Karena itu, saya kira, sebagian besar publik berkepentingan terhadap pilpres satu putaran. Pemerintah pun berkepentingan. Dari banyak aspek, pilpres satu putaran akan lebih baik daripada dua putaran.

Namun, mengingat pilpres merupakan bagian demokrasi yang menjadi hajat politik rakyat melalui partai politik (parpol), tak bisa dipaksakan satu atau dua putaran.

Tak bisa pula dipaksakan pilpres diikuti dua atau tiga (poros) pasang capres-cawapres. Proses politik lah yang akan menentukan apakah dua atau tiga poros.

Narasi perubahan dan keberlanjutan

Sebagaimana bisa diikuti dari berbagai media, diskusi publik tentang dua poros pilpres menghangat kembali akhir-akhir ini.

Satu poros sudah terbentuk, yakni poros AMIN (Anies-Muhaimin), poros yang meninggalkan luka di hati pendukung Partai Demokrat.

Poros AMIN didukung Partai Nasdem, PKB, dan PKS. Hanya PKS yang merupakan partai non-pemerintahan Jokowi. Partai Nasdem dan PKB merupakan bagian dari kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin.

Poros AMIN memainkan narasi “perubahan”, seiring dengan posisi Anies Baswedan yang oleh publik dikenal sebagai “antitesis Jokowi”.

Namun, sejak Muhaimin dan PKB bergabung membentuk poros AMIN, narasi perubahan mulai diadaptasi. Pasalnya, PKB merupakan parpol pendukung pemerintahan Jokowi.

Semula PKB bersama poros Prabowo Subianto. Di poros ini, selain PKB dan Partai Gerindra, ada PAN, Partai Golkar, dan PBB. Semua parpol penyokong poros Prabowo merupakan pendukung pemerintahan Jokowi. Narasi yang dibawakan adalah “keberlanjutan”.

Namun, sejak PKB hengkang dan membentuk poros AMIN, lalu Partai Demokrat meninggalkan Anies Baswedan dan bergabung dengan poros Prabowo, narasi keberlanjutan yang dibawakannya harus diadaptasi.

Partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dikomandani putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengusulkan agar narasi keberlanjutan yang dibawakan Prabowo juga mengakomodasi ide perubahan Partai Demokrat.

Prabowo pun menerimanya, sehingga narasi keberlanjutan yang hendak dibawakannya perlu adaptasi.

Poros satu lagi, lawan poros AMIN, masih tanda tanya. Poros ini diimajinasikan merupakan penyatuan dari poros Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.

Selain PDI-P, poros Ganjar disokong PPP, Partai Hanura, dan Partai Perindo. Semua parpol penyokong poros Ganjar merupakan pendukung pemerintahan Jokowi.

Narasi yang didendangkan tentu saja “keberlanjutan”, mengingat Jokowi kader PDI-P yang diusung PDI-P pada dua pilpres yang dimenanginya.

Kinerja Jokowi dianggap sukses, terbukti kepuasan publik atas kinerjanya relatif tinggi (74,3 persen menurut survei Kompas awal Agustus 2023).

Pertanyaannya, apakah dua poros yang sama-sama mendendangkan keberlanjutan, meski ada adaptasi di pihak Prabowo pasca-Partai Demokrat bergabung, akan menyatukan diri? Adakah jalan menuju titik temu?

Sebagian publik menganggap penyatuan poros Ganjar dan Prabowo mustahil, utopis. Pasalnya, masing-masing telah dideklarasikan sebagai bakal capres.

Baik Ganjar maupun Prabowo dan para pendukungnya tak akan menerima posisi sebagai calon wakil presiden (cawapres). Ada gengsi politik pula di sana.

Singkat kata, menyatukan poros Ganjar dan Prabowo sangat tidak masuk akal, baik dari sisi rasionalitas politik maupun dari sisi etika politik terkait aspirasi yang berkembang di kalangan pendukung masing-masing.

Namun, sebagian publik, termasuk saya, masih menaruh harapan. Alasannya, politik begitu cair. Tak ada yang tak mungkin. Apalagi, narasi yang dibawakan Ganjar dan Prabowo relatif sama: “keberlanjutan”.

Parpol pendukungnya pun hampir semua bagian dari pemerintahan Jokowi. Hanya Partai Demokrat saja yang berada di luar pemerintahan Jokowi.

Hasil survei Kompas awal Agustus 2023, juga menunjukkan betapa besar keinginan publik terhadap keberlanjutan program pemerintahan Jokowi.

Siapa pun capres – cawapres, bila mengusung program kerja kabinet pemerintahan Jokowi akan mendapat insentif elektoral.

Lalu, baik pihak Ganjar maupun Prabowo, masih juga membuka opsi tersebut. Meski masing-masing masih bertahan pada posisi capres.

Hingga detik ini memang belum ada yang “rela” menerima posisi cawapres. Tapi, di politik berlaku pula adagium “menit terakhir” (last minute). Penetapan Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga pada “menit terakhir”. Ini membuktikan bahwa adagium tersebut masih berlaku.

Menuju atau di “menit terakhir” segala kemungkinan bisa terjadi. Termasuk dua poros pada Pilpres 2024. Poros AMIN pada satu sisi dan poros penyatuan Ganjar dan Prabowo pada sisi lain. Entah dengan formasi Ganjar-Prabowo atau Prabowo-Ganjar.

Jokowi sebagai trendsetter

Poros AMIN dengan narasi “perubahan yang diadaptasi” sedang menunggu lawan. Cepat atau lambat (mengikuti adagium “menit terakhir”), lawan AMIN adalah poros yang mendendangkan “keberlanjutan”.

Dari narasi yang didendangkan dan parpol yang mendendangkannya, saya melihat bahwa Presiden Jokowi – meminjam istilah era media sosial – adalah “trendsetter”.

Istilah “trendsetter” mengacu pada orang yang menciptakan tren terbaru, lalu diikuti oleh pengikut dengan sebutan “followers”.

Jokowi sebagai “trendsetter” tentu saja bukan tanpa kepentingan. Mustahil kelas presiden membiarkan begitu saja proses politik pada transisi kepemiminan pasca-dirinya.

Pidatonya dalam berbagai kesempatan, termasuk saat Rakernas IV PDI-P kemarin, memperlihatkan kepentingannya terhadap masa depan bangsa Indonesia. Meski tak eksplisit menyebut penyatuan poros Ganjar dan Prabowo.

Ia juga sering mengungkapkan pandangannya tentang tantangan masa depan bangsa Indonesia dan kepemimpinan yang dibutuhkan.

Karena itu, posisi Jokowi sebagai “trendsetter” akan membuat dirinya selalu dilihat, didengar perkataannya, dibaca gerak-gerik dan bahasa tubuhnya, lalu membuahkan “followers” dengan beragam kepentingan pula.

Para “followers” itu di antaranya parpol dan pemimpinnya, kelompok sukarelawan dan pemimpinnya, serta perseorangan.

Semakin mendekati “menit terakhir” tren terbaru yang diciptakan oleh Jokowi akan selalu diperhatikan “followers”. Jokowi tentu punya kontribusi besar terhadap proses politik apakah imajinasi dua poros pada Pilpres 2024 akan menjadi kenyataan atau tinggal imajinasi.

Dan, siapa tahu melalui politik pangan yang menjadi perhatian serius Jokowi terjadi titik temu antara poros Ganjar dan Prabowo. Juga titik temu dalam hal pembagian tugas politik.

https://nasional.kompas.com/read/2023/10/02/06300001/bisikan-jokowi-dan-imajinasi-titik-temu-ganjar-prabowo

Terkini Lainnya

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke