JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat militer sekaligus Ketua Centra Initiative, Al Araf mengatakan, revisi Undang-Undang TNI bisa mengembalikan format militer ke dalam ruang politik.
Hal itu disampaikan Al Araf dalam launching kertas kebijakan “Revisi UU TNI: Kembalinya Dwi Fungsi” yang dipantau secara daring, Rabu (27/9/2023).
“Kertas kebijakan yang dibuat oleh teman-teman ini sedang ingin menjelaskan kepada publik bahwa hati-hati dengan revisi UU TNI,” kata Al Araf.
“Karena bisa membalikkan peta politik demokrasi Indonesia, jauh mundur ke belakang dan akan bisa mengembalikan format militer dalam ruang politik baru,” ujarnya lagi.
Baca juga: Soal Draf Revisi UU TNI, Panglima Yudo: Belum Dibahas Keseluruhan, Masih Lama Prosesnya
Al Araf mengatakan, substansi yang ada di dalam revisi UU TNI sangat berbahaya.
Ia mencontohkan negara lain seperti Thailand dan Myanmar yang saat ini dikuasai junta militer.
“Bahwa demokrasi yang muda, yang belum matang, itu sering kali mundur ke belakang ketika militer masuk dalam ruang politik dan terjadi junta militer dan terjadi rezim represif,” kata Al Araf.
Diketahui, Mabes TNI tengah menggodok rencana perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro telah memaparkan rencana revisi UU TNI itu kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur pada 28 April 2023.
Baca juga: TNI Ungkap Alasan Tak Terima KPK Tetapkan Kepala Basarnas Jadi Tersangka meski Ada UU TNI
Di sisi lain, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksda Julius Widjojono mengatakan bahwa draf revisi itu masih bersifat sementara dan baru dibahas di internal Mabes.
Artinya, rencana perubahan itu baru sebatas usulan yang belum disampaikan kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang nantinya akan diteruskan ke DPR.
“Paparan itu baru konsep internal, belum di-approved Panglima TNI,” kata Julius saat dihubungi pada 9 Mei 2023.
Salah satu isi yang dinilai sebagai kemunduran adalah dalam rencana perubahan itu, prajurit diusulkan bisa menduduki jabatan sipil lebih banyak.
Baca juga: Wapres Minta Revisi UU TNI Tidak Cederai Semangat Reformasi
Berdasarkan UU saat ini, prajurit TNI bisa menduduki jabatan sipil di delapan kementerian/lembaga.
Kementerian/lembaga yang dimaksud adalah Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Sementara di dalam usulan baru, wewenang untuk menduduki jabatan sipil diperluas ke Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Staf Kepresidenan.
Kemudian, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Pengamanan Perbatasan, Bakamla, Kejaksaan Agung, dan kementerian atau lembaga yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan presiden.
Baca juga: Polemik Revisi UU TNI: Potensi Inefisiensi Aturan hingga Kekhawatiran Kembalinya Dwifungsi ABRI
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.