JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Mahmudin Yasin.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, Mahmudin dipanggil sebagai saksi ugaam korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair di PT Pertamina Persero Tahun 2011-2021.
Perkara itu menjerat mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina, Karen Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan.
"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Jl Kuningan Persada Kavling 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, atas nama sebagai berikut, Mahmudin Yasin (komisaris)," kata Ali dlama keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu (27/9/2024).
Baca juga: KPK Ungkap 2 Perusahaan AS di Kasus Dugaan Korupsi LNG Pertamina, Ada CCL dan Blackstone
Mahmudin juga pernah menjadi komisaris sejumlah perusahaan BUMN, seperti PT Telkom Indonesia, PT Bank Mandiri, dan lainnya.
Selian Mahmudin, KPK memanggil SVP Gas & LNG Management periode 2018-2019.
Namun demikian, KPK belum mengungkap materi yang akan didalami penyidik kepada Mahmudin.
Beberapa waktu sebelumnya, KPK memeriksa mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan. Ia dicecar terkait kontrak pengadaan LNG di PT Pertamina.
Namun, Dahlan mengaku tidak mengetahui kontrak tersebut karena menjadi urusan teknis perusahaan BUMN, bukan di Kementerian BUMN.
Kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair bermula pada tahun 2012.
Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan, pada tahun itu, PT Pertamina (Persero) memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia, menyusul perkiraan defisit gas dalam kurun waktu 2009-2040.
Baca juga: KPK Kirim Penyidik Bareng BPK Ke AS, Kumpulkan Dokumen Pembelian LNG PT Pertamina
Karena gas alam cair diperlukan untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, industri pupuk, dan industri petrokimia, Karen akhirnya mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier di luar negeri.
Perusahaan yang diajak bekerja sama di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC, Amerika Serikat (AS).
Menurut penjelasan KPK, ia secara sepihak memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh.
Ia pun tidak melaporkan pada Dewan Komisaris Pertamina dan tidak membahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Menurut KPK, tindakan Karen tidak mendapat restu dari pemerintah selaku pemegang saham.
Sama seperti kasus pertama, aksi korporasi yang dilakukan Karen tidak berjalan baik.
Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik.
Akibatnya, kargo LNG menjadi over supply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.
Kejadian ini lantas berdampak nyata dengan menjual rugi LNG di pasar internasional oleh Pertamina.
Baca juga: Penahanan Karen Agustiawan dan Duduk Perkara Dugaan Korupsi LNG
Dengan demikian, Firli menyebut, perbuatan Karen bertentangan dengan beberapa ketentuan, termasuk Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina Persero.
Lalu, Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tanggal 3 September 2008, Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011, dan Permeneg BUMN Nomor PER-03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerjasama BUMN.
"Dari perbuatan menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dollar AS, yang ekuivalen dengan Rp 2,1 triliun," jelas Firli, Selasa (19/9/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.