JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan telah mengirimkan penyidiknya bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ke Amerika Serikat (AS) untuk mengumpulkan bukti-bukti dugaan korupsi Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan.
Karen merupakan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina periode 2009-2014. Ia diduga membuat rugi negara Rp 2,1 triliun dalam pembelian liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair di PT Pertamina tahun 2011-2021.
“Benar bahwa tim penyidik beserta dengan tim dari BPK berangkat ke Amerika Serikat terkait tentunya dengan pemenuhan pencarian bukti-bukti terkait perkara dimaksud,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Jumat (22/9/2023).
Baca juga: Respons Pertamina soal Mantan Dirut Karen Agustiawan Jadi Tersangka Korupsi LNG
Asep menuturkan, tim penyidik berangkat bersama BPK karena perkara dugaan kroupsi itu menyangkut Pasal 2 edan 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menyangkut kerugian keuangan negara.
Menurutnya, BPK menjadi pihak yang menghitung dugaan kerugian neagra dalam perkara ini.
Lebih lanjut, Asep mengungkapkan tim penyidik perlu melihat sendiri dokumen-dokumen terkait pembelian gas alam cair itu.
“Mulai dari kapan adanya transaksinya, seperti apa transaksinya berapa nilai besarannya pada saat transaksi kemudian seperti apa klausulnya di kontrak yang mereka ada,” tutur Asep.
Baca juga: Penahanan Karen Agustiawan dan Duduk Perkara Dugaan Korupsi LNG
Menurut Asep, KPK harus melakukan konfirmasi dari dua pihak, yakni PT Pertamina selaku pembeli dan perusahaan di AS, Corpus Christi Liquefaction (CCL).
KPK, jenderal polisi bintang satu itu, harus mendapatkan dokumen dari kedua pihak. Jika tidak, KPk tidak memiliki pembanding apakah dokumen yang didapatkan dari Pertamina, misalnya, diyakini benar.
“Tapi kalau kita punya dokumen dua-duanya pihak terkait itu bisa kita bandingkan dan itu akan jadi bukti valid untuk perhitungan juga,” kata dia.
Sebagai informasi, kasus korupsi pengadaan gas alam cair bermula pada tahun 2012.
Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan, pada tahun itu, PT Pertamina (Persero) memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia, menyusul perkiraan defisit gas dalam kurun waktu 2009 - 2040.
Karena gas alam cair diperlukan untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, industri pupuk, dan industri petrokimia, Karen akhirnya mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier di luar negeri.
Perusahaan yang diajak bekerja sama di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC, Amerika Serikat (AS). Menurut penjelasan KPK, ia secara sepihak memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh.
Ia pun tidak melaporkan pada Dewan Komisaris Pertamina dan tidak membahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.