Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Interpretasi Makropolitik Kaesang Sang Ketum Baru PSI

Kompas.com - 27/09/2023, 10:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dari awalnya kantong pemilih yang tak berpenjaga, kini anggota keluarga Jokowi pun tak berpenjaga. Kaesang bisa memilih partai di luar partai yang telah membesarkan bapaknya.

Artinya apa? Artinya Jokowi semakin memperjelas bentuk keberpihakan ‘terselubungnya’ kepada Prabowo di satu sisi dan ingin memberikan tekanan kepada PDIP di sisi lain.

Jika PDIP tidak jua menerima tawaran politik untuk "memerger" Prabowo dengan Ganjar, maka Jokowi akan semakin terbuka untuk membiarkan kantong pemilih dan anggota keluarga tanpa penjaga.

Nah, jika asumsi di atas benar adanya, maka pertanyaannya, apakah pertarungan Jokowi dengan Megawati belum usai?

Jika menggunakan narasi di atas, nampaknya belum selesai. Karena dengan asumsi di atas, target Jokowi adalah memasangkan Prabowo dengan Ganjar dan memenangkan pemilihan dengan mudah. Kandidat Koalisi Perubahan Anies Baswedan tersepak dan Jokowi bisa pensiun dengan nyaman.

Namun bagi PDIP tentu tidak semudah itu kalkulasinya. Pertama, PDIP adalah partai dengan raihan suara terbesar secara nasional. Sehingga memosisiskan Ganjar Pranowo sebagai calon wakil presiden untuk Prabowo Subianto nampaknya bukanlah pilihan politik yang sesuai dengan kapasitas politik PDIP.

Kedua, nama Ganjar Pranowo sudah sedari awal identik dengan capres PDIP. Dukungan sudah mengalir dari banyak pihak. Dan tingkat elektabilitas pun juga sangat boleh diadu.

Maka opsi memigrasikan status Ganjar Pranowo menjadi calon wakil presiden akan menjadi opsi yang mengkhianati aspirasi publik di belakang pencalonan Ganjar.

Opsi tersebut sangat tidak etis secara politik, karena akan mengingkari aspirasi yang berkembang di kantong pemilih PDIP.

Ketiga, memaksakan pemasangan Prabowo dan Ganjar adalah sebentuk electoral engineering yang justru sangat membahayakan institusi dan tatanan demokrasi kita.

Merekayasa peserta kontestasi yang terdeviasi jauh dari aspirasi publik adalah kejahatan demokrasi yang harus kita tolak secara masif.

Jadi, dari kacamata etika politik, kacamata demokrasi, dan kacamata rasionalitas politik, wacana memasangkan Prabowo dan Ganjar sangat sulit diterima.

Dengan kata lain, dari sisi idealitas politik, bukan PDIP yang harus melakukan "adjustment" politik, tapi justru Jokowi yang harus mulai belajar menerima fakta politik yang ada bahwa kehadiran tiga pasangan capres – cawapres, dan pemilihan dua putaran adalah keniscayaan yang tidak perlu ditolak.

Pendek kata, nyatanya interpretasi atas bergabungnya Kaesang dengan PSI memang tidak tunggal.

Kaesang boleh saja sesumbar bahwa itu adalah pilihan politik pribadinya yang kebetulan berbeda dengan orangtuanya. Tapi jika dikaitkan dengan fakta makropolitik yang ada, akan banyak interpretasi lain yang muncul.

Karena fakta politik yang ada di mana keputusan Kaesang untuk bergabung dengan PSI hanya menjadi satu fakta politik kecil yang ikut meramaikan fakta-fakta lainnya, akan dipandang saling terkait satu sama lain, saling memengaruhi dan saling memberi stimulus dan respons politik, baik secara langsung maupun tak langsung.

Di satu sisi, PDIP tak perlu merasa terkhianati layaknya pertunjukan ‘kebaperan’ Partai Demokrat yang sering kita saksikan.

Namun di sisi lain, PDIP juga dituntut bersikap strategis, bukan untuk menanggapi Kaesang, tapi untuk menyelamatkan tatanan demokrasi nasional dari potensi-potensi ‘pembusukan’ institusional yang berbahaya bagi masa depan politik nasional.

Semoga publik semakin cerdas dan menyadari dinamika politik dan demokrasi di negeri ini!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com