JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap melanggar prinsip demokrasi dan tinggal selangkah lagi melakukan intervensi politik menjelang Pemilu dan Pilpres 2024, terkait pernyataannya memiliki data intelijen mengenai kondisi internal dan agenda seluruh partai politik.
Hal itu disampaikan Peneliti Ahli Utama kluster Partisipasi Politik, Pemerintahan, dan Otonomi Daerah Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP BRIN) Firman Noor, melalui hasil kajian bersama rekan-rekannya.
"Presiden sudah melanggar prinsip demokrasi 'terlalu jauh ke dalam' (in too deep) hingga mengetahui dinamika internal partai politik," kata Firman dalam Webinar Bahaya Penyalahgunaan Intelijen dalam Penyelenggaraan Pemilu 2024, dikutip dari kanal YouTube BRIN, Kamis (21/9/2023).
Dari pernyataan itu, kata Firman, memperlihatkan peluang Jokowi buat melakukan intervensi dalam persoalan politik menjelang Pemilu dan Pilpres 2024 sudah sangat terbuka.
Baca juga: Dikritik Soal Data Intelijen, Jokowi: Di Undang-Undang Harus Laporan ke Presiden
"Selangkah lagi, atau bahkan setengah langkah lagi artinya sudah sangat terbuka peluang intervensi secara tidak langsung yang secara nyata dilakukan oleh presiden dalam mengintrusi partai-partai politik," ucap Firman.
Firman mengatakan, pernyataan Jokowi memperlihatkan potensi gangguan terhadap Pemilu dan Pilpres di masa mendatang akan bertambah dengan aksi-aksi intervensi dari lembaga intelijen yang dikerahkan.
Sebab menurut Firman, selama ini gangguan Pemilu yang kerap terjadi seputar politik uang, rendahnya partisipasi politik masyarakat, pengaruh oligarki, dan lainnya.
Firman mengatakan, pernyataan Jokowi memperlihatkan presiden melalui kekuasaan yang dimilikinya justru menjadikan partai politik, sebagai peserta pemilu, sebagai target untuk membuat pemetaan buat mendeteksi "potensi ancaman" dari parpol-parpol yang sudah berdiri.
Baca juga: Pegang Data Intelijen Parpol, Jokowi Klaim Tak Ada Aturan Dilanggar
"Yang pada akhirnya bukan tidak mungkin mengkondisikan dan mempengaruhi hasil pemilu," ucap Firman.
Selain itu, lanjut Firman, potensi intervensi presiden buat "mengkondisikan" partai-partai politik menuju "pengondisian pemilu" melalui aksi lembaga intelijen menjadi terbuka lebar.
"Melalui pengakuan presiden mengetahui segala sesuatu yang ada di internal seluruh partai politik, merupakan pintu masuk bagi upaya mendukung atau memberikan endorsement bagi partai politik dan pilihan calon partai politik tertentu. Hal ini pada akhirnya mencederai prinsip Pemilu yang bebas dari intervensi manapun," papar Firman.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti dan Koordinator klaster Konflik, Pertahanan, dan Keamanan Pusat Riset Politik (PRP) BRIN Muhamad Haripin, pernyataan Jokowi memperlihatkan hubungan antara presiden dan lembaga intelijen yang penuh dengan konflik kepentingan.
"Dari analisis kami memang ada risiko apa yang diungkapkan presiden adalah satu praktik dari intelijen politik," kata Haripin.
Baca juga: Jokowi Sebut Semua Presiden Dapat Laporan Data Intelijen
Menurut Haripin berdasarkan kajian dan analisis di PRP BRIN, aksi spionase terhadap parpol mengindikasikan terjadinya penyalahgunaan intelijen untuk kepentingan kekuasaan.
Dampak dari hal itu adalah pelanggaran hak kebebasan warga, menjadi ancaman serius bagi proses menjelang Pemilu 2024, dan mengancam nilai kebangsaan yang terkandung dalam Pancasila.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.