Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/09/2023, 16:57 WIB
Syakirun Ni'am,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak disebut menghapus isi percakapannya di aplikasi WhatsApp dengan Kepala Biro Hukum Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) M Idris Froyoto Sihite.

Komunikasi itu menjadi persoalan lantaran Sihite merupakan saksi perkara dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) di ESDM yang tengah diusut KPK.

Anggota Majelis Hakim sidang etik Dewan Pengawas (Dewas) KPK Syamsuddin Haris dalam persidangan mengatakan, terdapat tiga chat yang dihapus oleh Tanak dan telah dijawab “Siap” oleh Sihite.

Pesan itu kemudian direspons Sihite dengan kalimat, “Kok di-delete, Pak?” dan kembali ditanggapi oleh Tanak.

Baca juga: Dewas Putuskan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak Tak Terbukti Langgar Etik

“Dijawab oleh terperiksa (Tanak) ’Sudah dijawab siap’ pada pukul 13.58.14,” kata Syamsuddin dalam sidang di Gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Kamis (21/9/2023).

Adapun bukti adanya percakapan itu Dewas dapatkan dari ekstraksi terhadap ponsel Samsung milik Sihite yang disita KPK.

Percakapan berakhir pada 27 Maret sekitar pukul 14.00 WIB lewat karena ponsel Sihite disita penyidik.

Pada waktu ketika chat itu dilakukan, pimpinan KPK termasuk Johanis Tanak tengah mengikuti ekspose atau gelar perkara di Gedung Merah Putih.

Baca juga: Dissenting Opinion, Albertina Ho Nilai Wakil Ketua KPK Johanis Tanak Langgar Etik

Sementara itu, tim penyidik sedang menggeledah kantor Sihite di Kementerian ESDM.

Meski demikian, Dewas KPK dalam sidang tersebut akhirnya memutuskan Tanak tidak terbukti melanggar etik.

Sebab, isi percakapannya dengan Sihite tidak diketahui lantaran dihapus terlebih dahulu.

“Kontak tersebut belum memenuhi syarat sebagai terjadinya komunikasi antar terperiksa dengan Sihite yang berkaitan dengan perkara yang ditangani KPK di Kementerian ESDM,” kata Syamsuddin.

Syamsuddin menyebutkan, Johanis Tanak diduga melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf j Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK.

Pasal itu menyatakan, komisioner KPK harus memberitahu sesama Dewas atau sesama pimpinan atau atasannya mengenai pertemuan atau komunikasi yang telah atau akan dilaksanakan dengan pihak yang diduga menimbulkan benturan kepentingan.

Baca juga: Wakil Ketua KPK Johanis Tanak Bantah Bertemu Tahanan Suap di Lantai 15

Namun, kata dia, dalam persidangan tidak terbukti isi percakapan itu memuat benturan kepentingan dan tidak terdapat pertemuan dengan Sihite.

Halaman:


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Sri Mulyani Ungkap Isi Pertemuan Jokowi dan Prabowo di Bogor: Sepakati Kenaikan Anggaran Belanja Alutsista

Sri Mulyani Ungkap Isi Pertemuan Jokowi dan Prabowo di Bogor: Sepakati Kenaikan Anggaran Belanja Alutsista

Nasional
Terkendala Jaringan Saat Sidang 'Online', Hakim Telepon Saksi di Papua dalam Perkara Pengacara Lukas Enembe

Terkendala Jaringan Saat Sidang "Online", Hakim Telepon Saksi di Papua dalam Perkara Pengacara Lukas Enembe

Nasional
Pemilu Dalam Dinamika Geopolitik

Pemilu Dalam Dinamika Geopolitik

Nasional
Luhut Menangis Saat Pelantikannya, KSAD Maruli: Beliau Dulu Punya Cita-cita Jadi KSAD

Luhut Menangis Saat Pelantikannya, KSAD Maruli: Beliau Dulu Punya Cita-cita Jadi KSAD

Nasional
Harta Kekayaan KSAD Baru Maruli Simanjuntak Capai Rp 52,8 M

Harta Kekayaan KSAD Baru Maruli Simanjuntak Capai Rp 52,8 M

Nasional
Bawaslu: KPU Langgar Administrasi karena Keterwakilan Caleg Perempuan Tak Capai 30 Persen

Bawaslu: KPU Langgar Administrasi karena Keterwakilan Caleg Perempuan Tak Capai 30 Persen

Nasional
Jabat KSAD, Pangkat Maruli Simanjuntak Naik Jadi Jenderal TNI

Jabat KSAD, Pangkat Maruli Simanjuntak Naik Jadi Jenderal TNI

Nasional
Profil KSAD Baru Maruli Simanjuntak, Pernah Jabat Danrem Surakarta

Profil KSAD Baru Maruli Simanjuntak, Pernah Jabat Danrem Surakarta

Nasional
Anies Sebut Investasi di Indonesia Didorong Tinggi, tetapi Tak Serap Banyak Tenaga Kerja

Anies Sebut Investasi di Indonesia Didorong Tinggi, tetapi Tak Serap Banyak Tenaga Kerja

Nasional
Dugaan Kebocoran Data Pemilih Diperkirakan Bisa Membahayakan Pemilu

Dugaan Kebocoran Data Pemilih Diperkirakan Bisa Membahayakan Pemilu

Nasional
Pakar Klaim Sudah Beritahu KPU soal Kerawanan Sistem Data Pemilih

Pakar Klaim Sudah Beritahu KPU soal Kerawanan Sistem Data Pemilih

Nasional
Dugaan Data Pemilih KPU Bocor, Peretas Diperkirakan Akses Admin Sidalih Secara Ilegal

Dugaan Data Pemilih KPU Bocor, Peretas Diperkirakan Akses Admin Sidalih Secara Ilegal

Nasional
Akan Gelar Debat Capres 5 Kali, KPU: Kemungkinan di Jakarta Semua

Akan Gelar Debat Capres 5 Kali, KPU: Kemungkinan di Jakarta Semua

Nasional
Mahfud Minta KPU Buat Sistem yang Tidak Bisa Dibobol Peretas

Mahfud Minta KPU Buat Sistem yang Tidak Bisa Dibobol Peretas

Nasional
Pengamat: Debat Pilpres Jangan Cuma Kampanye, Harus Ada Pertengkaran Pikiran

Pengamat: Debat Pilpres Jangan Cuma Kampanye, Harus Ada Pertengkaran Pikiran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com