Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bela Zulhas Bagi-bagi Uang, Prabowo: Dia Suka Sedekah

Kompas.com - 20/09/2023, 05:00 WIB
Fika Nurul Ulya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bakal calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto membela rekan koalisinya, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, yang membagikan uang pecahan Rp 50.000 ke nelayan.

Prabowo mengatakan, perbuatan Zulhas tidak bisa disebut sebagai politik uang, karena menurutnya, ketua umum partai berlambang matahari itu suka bersedekah.

Selain itu, ia menambahkan, Zulhas saat ini sedang tidak menyasar jabatan tertentu seperti calon presiden, calon legislatif, dan maupun calon kepala daerah.

Baca juga: Zulhas Bagi-bagi Duit ke Nelayan, Bawaslu: Pejabat Dilarang Untungkan Parpol Tertentu

"Tapi, tapi Pak Zulkifli tidak nyapres, tidak nyagub, tidak nyaleg, tidak nyabup. Dia tidak mau jadi kepala desa pun. Jadi dia orang yang suka sedekah," kata Prabowo kepada Najwa Shihab dalam acara "3 Bacapres Bicara Gagasan" di UGM, Yogyakarta, dikutip dari YouTube Najwa Shihab, Selasa (19/9/2023).

Prabowo menyatakan, ia kenal sosok Zulhas sejak lama. Zulhas kata dia, pernah membangun sekolah unggulan di Lampung dengan uangnya sendiri.

Hal ini, yang menurutnya, menandakan Zulhas suka bersedekah.

"Dia seorang pengusaha, sebelum masuk politik dia pengusaha, dia bersetia kepada rakyat, dia suka sedekah," tutur Prabowo.

Tangkapan layar pada akun Tiktok Partai Amanat Nasional (PAN). Dalam video yang disebarkan pada 10 Juli 2023 itu, terlihat Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan tengah membagikan uang Rp 50.000 kepada para nelayan. Pada bagian keterangan juga dibubuhi tulisan PAN PAN PAN bagi bagi gocapanTiktok/Partai Amanat Nasional Tangkapan layar pada akun Tiktok Partai Amanat Nasional (PAN). Dalam video yang disebarkan pada 10 Juli 2023 itu, terlihat Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan tengah membagikan uang Rp 50.000 kepada para nelayan. Pada bagian keterangan juga dibubuhi tulisan PAN PAN PAN bagi bagi gocapan

"Dia sekali lagi tidak nyaleg, tidak nyagub, tidak nyabup, tidak menjadi walikota, tidak mau jadi presiden," imbuh Prabowo.

Sebelumnya diberitakan, viral sebuah video yang menunjukkan Zulhas berada di dermaga dan dikerubungi sejumlah nelayan. Ia kemudian menyerahkan selembar uang Rp 50.000 kepada masing-masing orang.

Zulhas bahkan mencondongkan tubuhnya untuk menjangkau nelayan di perahunya guna membagikan pecahan uang tersebut.

Hal ini lantas mengundang reaksi publik bahwa yang dilakukan Zulhas merupakan bentuk politik uang.

Baca juga: Viral Video Zulhas Bagi-bagi Duit Rp 50.000 ke Nelayan, Bawaslu Turun Tangan

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun meminta Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, dan seluruh pejabat publik lain apalagi yang rangkap jabatan sebagai elite partai politik untuk berhati-hati.

Sebagai pejabat publik, Zulhas dilarang bersikap tidak netral. Tindakannya bisa dianggap menguntungkan partai politik tertentu, dalam hal ini PAN, partainya sendiri.

"Pejabat negara itu kan tidak boleh dia melakukan tindakan yang menguntungkan sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye. Karena itu, kami akan melakukan kajian supaya terang-benderang persoalan ini," ucap komisioner Bawaslu RI, Lolly Suhenty, kepada wartawan pada Senin (18/9/2023).

Di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, konsep politik uang dikenal pada masa kampanye. Sanksi atas politik uang diatur pada Pasal 285 dan Pasal 523 UU Pemilu.

Baca juga: Prabowo Tidak Ingin KPK Dibubarkan

Pada Pasal 285, pihak yang terbukti di pengadilan melakukan politik uang dapat dibatalkan dari daftar calon tetap atau calon terpilih. Pada Pasal 523, pihak yang melakukan politik uang bisa dipidana 2-4 tahun penjara dengan kisaran denda Rp 24-48 juta.

Di sisi lain, Pasal 282 dan 283 UU Pemilu mengatur, para pejabat negara dilarang berpihak selama masa kampanye atau membuat keputusan/tindakan yang menguntungkan/merugikan salah satu peserta pemilu selama kampanye.

Pejabat negara, struktural, dan fungsional, serta ASN lainnya juga dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.

Larangan itu meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat. Namun, pasal tersebut tidak mengatur sanksi lebih lanjut terhadap pelanggarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com