Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ganjar Bicara Banyak Hal di Hadapan Mahasiswa, Mulai dari Konflik Agraria hingga Petugas Partai

Kompas.com - 19/09/2023, 08:58 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Bakal calon presiden (bacapres) yang diusung PDI Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo hadir dalam kuliah kebangsaan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, Depok, Senin (18/9/2023).

Dalam dialog dengan mahasiswa tersebut, Ganjar membahas soal konflik agraria yang kerap terjadi di dalam negeri hingga menjawab statusnya sebagai petugas partai atau petugas rakyat.

Sebelumnya, bacapres dari Partai Nasdem dan Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan telah lebih dulu menghadiri acara yang sama untuk menyampaikan gagasan-gagasannya dan sejumlah pandangannya mengenai banyak hal.

Baca juga: Demokrat Bergabung ke Prabowo dan AHY Hilang dari Bursa Cawapres Ganjar

Dalam pertemuan, Ganjar sempat menyinggung soal undangan yang dikirim FISIP UI untuknya. Dia bilang, ia diundang karena sejumlah lembaga survei menempatkan namanya di papan atas elektabilitas calon presiden (capres) pengganti Joko Widodo.

Dia mengaku tak yakin akan diundang FISIP UI, jika namanya tidak masuk dalam survei-survei tersebut.

“Tentu saya diundang ke sini karena survei. Saya tidak terlalu yakin kalau saya tidak ada di survei Anda mengundang saya,” ujarnya diikuti tawa dan tepuk tangan para hadirin, Senin.

Bicara masalah hukum

Dalam kuliah kebangsaan, Ganjar memaparkan enam strategi untuk menghadapi bonus demografi di Indonesia, termasuk masalah hukum. Penegakan hukum di Indonesia bergantung pada tiga hal, yaitu regulasi, kelembagaan, dan aktor.

Jika tidak ada salah satunya, maka penegakan hukum tidak akan bisa maksimal. Begitu pun jika tidak ada aktor, tidak akan tercipta sistem hukum yang adil.

“Aktornya memble, tidak jadi. Sistemnya bagus, aktornya memble, dia akan pertahankan maunya dia, bukan kata sistemnya karena bawahnya enggak berani,” ujarnya.

Konflik agraria

Konflik agraria menjadi permasalahan yang beberapa kali ditanya oleh dosen dan mahasiswa menyusul tingginya konflik pada tahun 2023.

Berdasarkan data Konsorsium Pembaruan Agraria, tren konflik agraria meningkat dari 207 kasus tahun 2022 menjadi 212 kasus. Dilihat dari luas tanah, konflik agraria melebar dari sekitar 500.000 hektar menjadi 1 juta hektar tahun ini.

Menurut Ganjar, konflik agraria terjadi karena dua hal, yaitu karena kurang mitigasi dan tidak memproteksi hak rakyat sampai mengambil tanah-tanah ulayat.

Baca juga: Soal Bacawapres, Ganjar: Masih Digodok, Sabar

Menjawab hal itu, Ganjar mengingatkan pentingnya membangun komunikasi dengan masyarakat sekitar yang terdampak, untuk mendengarkan dan mencari solusi bersama atas masalah yang terjadi.

Sekaligus kata dia, memberikan kompensasi yang sepadan saat mengatasi konflik. Hal ini sebagai cara untuk memproteksi hak rakyat.

Adapun untuk menjalin komunikasi dengan warga sekitar berjalan baik, ia menyarankan pemerintah untuk merekrut antropolog hingga sosiolog.

"Tolonglah antropolog, tolonglah sosiolog. Tolonglah psikolog, agar kemudian dia bisa tahu menjelaskan lebih dulu. Karena kadang-kadang pemerintah enggak mau, capek menjelaskan. (Jalan pintasnya), sudahlah pakai UU Pengadaan Tanah saja. Makanya begitu (masyarakat) enggak mau, hukum berjalan. Tampil kekerasan," jelas Ganjar.

Ganjar lantas mencontohkan kasus pembangunan jalan tol yang sempat ditanganinya. Saat itu, jalan tol akan dibangun lurus sehingga memotong banyak kampung di area pembangunan.

Namun demikian, Ganjar akhirnya menyarankan pembangunan didesain memutar melalui ruang-ruang yang lebih kosong. Meskipun, saran itu diperdebatkan dengan menteri, pengelola jalan tol, dan kontraktornya.

Tak hanya itu, menurut Ganjar, pihaknya membuka dialog dengan warga sekitar agar mendapat solusi

"Pada saat itu apa yang terjadi? Selesai. Kita dekati, kita persuasi, kita ngobrol, sepakat. Dan beberapa hal kesepakatannya biasanya ada di harga," ujar Ganjar.

"Dalam beberapa kesempatan juga sama, ketika tidak ada pekerjaan mungkin harga tanahnya terlalu rendah, tapi begitu ada pekerjaan harganya tinggi. Itu kondisi sosiologis, biasa saja. Kemudian, mereka menegosiasikan itu. Pada saat itu, akhirnya oke diputuskan, jalannya melingkar lewat laut. Ternyata di laut itu dulunya daratan, menarik, kan," katanya lagi.

Ganjar pun sempat menyinggung konflik yang masih berlanjut di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Menurutnya jika mitigasi cukup, maka konflik agraria bisa dihindari.

Petugas partai

Di kesempatan yang sama, Ganjar sempat menjawab mengenai statusnya sebagai petugas partai atau petugas rakyat. Ia menyatakan, ia merupakan kader partai yang mengusungnya, yang merupakan bagian dari identitas politik.

Namun saat memegang jabatan publik, baik presiden maupun gubernur, rakyat merupakan hal yang utama. Menurutnya, seorang pemimpin harus membedakan posisinya ketika menjadi kader partai dan kepala negara atau kepala daerah.

“Saya kader partai, tapi presiden bukan, gubernur bukan. Itulah melayani,” ujarnya.

Baca juga: Mahasiswa UI ke Ganjar: Jika Terpilih, Bapak Jadi Petugas Rakyat atau Boneka Megawati?

Dia bahkan mengaku berpihak kepada masyarakat saat menangani beberapa kasus.

Perjalanannya saat menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah pun bisa dilihat dan bisa dicari guna memastikan posisinya sebagai kader partai atau pelayan masyarakat.

"Jadi kita bisa membedakan, ketika kita sudah berada dalam catatan, apa yang kita lakukan. Maka kalau Anda riset tentang saya, apa yang saya lakukan, adakah kemudian saya hanya berpihak pada partai saya?" tanya Ganjar.

"Mungkin nyaris Anda tidak menemukan itu. Lihat 10 tahun (saat) saya (menjabat). Itu bukan waktu pendek, dan 10 tahun artinya saya terpilih dua kali," ujarnya lagi.

Singgung kebijakan yang diambil

Tak hanya itu, Ganjar mencontohkan beberapa kebijakan yang dia ambil semasa menjabat gubernur, yang dia anggap demi kepentingan bersama. Salah satunya, saat ia ingin membuka data Covid-19 di Jawa Tengah yang sedang tinggi-tingginya.

Ganjar beralasan, membuka data menjadi krusial untuk kepentingan riset di masa depan. Dengan data yang benar, maka keluaran (output) atau solusi yang dihasilkan pun mampu menangani masalah.

Pun penting agar publik mau patuh saat diminta memakai masker dan mencuci tangan, maupun menerapkan protokol-protokol kesehatan yang lain. Meskipun ia tahu, risikonya Jawa Tengah saat itu akan menjadi provinsi dengan jumlah kasus Covid-19 paling banyak.

"Bagaimana kita integrasikan komunikasi publik ketika kemudian sudah ada caranya, (saya waktu itu bilang ke warga), 'bapak, ibu harus di rumah, harus pakai masker. Besok saya lewat sini, bapak, ibu enggak pakai, tak bubarin ini'," katanya.

Ganjar tidak memungkiri bahwa keputusannya disorot oleh banyak pihak. Bahkan, pengelola data di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) empat kali datang ke Jawa Tengah untuk menemuinya terkait hal itu.

Ia sampai berdebat habis dengan Menteri Kesehatan hingga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang kala itu menjabat sebagai koordinator PPKM Jawa-Bali meneleponnya.

"Saat itulah terjadi perdebatan keras dengan Menkes dan akhirnya Pak Luhut telepon saya, 'Pak Ganjar, menurut Anda data harus dibuka?'. Jangan kita membohongi siapapun. Kalau gitu kita buka, ini untuk kepentingan riset juga, lho, Pak," jelas dia.

Baca juga: Singgung soal Bentrok di Pulau Rempang, Ganjar: Mitigasi Konfliknya Kurang

Di saat yang sama, Ganjar juga membahas kebijakan yang dia ambil mengenai redistribusi tanah hingga Tenaga Kerja Asing (TKA) yang berasal dari China di Jawa Tengah.

Sempat jengkel

Di akhir acara tepatnya saat sesi wawancara cegat pintu, Ganjar sempat jengkel karena diteriaki seorang mahasiswa.

Pasalnya, Ganjar yang tengah menjawab pertanyaan awak media harus berhenti dua kali karena teriakan mahasiswa, yang posisinya berada jauh di belakang kamera.

"Pak, jadi presiden ngutang lagi enggak pak? Utangnya ditambah enggak Pak kalau jadi presiden?" celetuk mahasiswa tersebut, Senin.

Ganjar yang tengah berbicara tentang fokusnya usai selesai menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah, lantas berhenti sesaat. Ia merasa terganggu dengan teriakan yang arahnya jauh di depan dia.

"Ya, saya sudah berjanji saya akan mulai aktif setelah saya pensiun menjadi gubernur. Sekarang saya sudah pensiun, maka saya mencoba untuk bisa hadir dari semua undangan yang ada," kata Ganjar.

Baca juga: Mahasiswa UI ke Ganjar: Jika Terpilih, Bapak Jadi Petugas Rakyat atau Boneka Megawati?

"Saya paham tidak semuanya bisa saya hadir. Tapi ini penting untuk bisa menjelaskan memberi... Sebentar, sorry sorry, agak terganggu saya," katanya memotong penjelasan.

Tak berhenti di situ, mahasiswa itu kembali berteriak saat Ganjar menjelaskan pendidikan holistik, mulai dari pembenahan fasilitas, akses yang mudah, hingga kesejahteraan guru.

Namun kali ini, teriakan itu ditanggapi oleh Ganjar. Ganjar meminta mahasiswa tidak berteriak saat sesi doorstop berlangsung karena akan menggangu.

Ia menyampaikan, akan memberikan waktu bagi mahasiswa itu untuk berbicara dengannya usai sesi doorstop. Saat menanggapi, Ganjar terlihat memanggilnya berkali-kali dengan raut wajah tegas.

"Sabar dulu bro, nanti ketemu saya ya. Bro, bro nanti ketemu saya ya, ketemu saya di sini. Jangan teriak, ganggu. Ketemu aja, saya kasih kesempatan kok," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com