"Tolonglah antropolog, tolonglah sosiolog. Tolonglah psikolog, agar kemudian dia bisa tahu menjelaskan lebih dulu. Karena kadang-kadang pemerintah enggak mau, capek menjelaskan. (Jalan pintasnya), sudahlah pakai UU Pengadaan Tanah saja. Makanya begitu (masyarakat) enggak mau, hukum berjalan. Tampil kekerasan," jelas Ganjar.
Ganjar lantas mencontohkan kasus pembangunan jalan tol yang sempat ditanganinya. Saat itu, jalan tol akan dibangun lurus sehingga memotong banyak kampung di area pembangunan.
Namun demikian, Ganjar akhirnya menyarankan pembangunan didesain memutar melalui ruang-ruang yang lebih kosong. Meskipun, saran itu diperdebatkan dengan menteri, pengelola jalan tol, dan kontraktornya.
Tak hanya itu, menurut Ganjar, pihaknya membuka dialog dengan warga sekitar agar mendapat solusi
"Pada saat itu apa yang terjadi? Selesai. Kita dekati, kita persuasi, kita ngobrol, sepakat. Dan beberapa hal kesepakatannya biasanya ada di harga," ujar Ganjar.
"Dalam beberapa kesempatan juga sama, ketika tidak ada pekerjaan mungkin harga tanahnya terlalu rendah, tapi begitu ada pekerjaan harganya tinggi. Itu kondisi sosiologis, biasa saja. Kemudian, mereka menegosiasikan itu. Pada saat itu, akhirnya oke diputuskan, jalannya melingkar lewat laut. Ternyata di laut itu dulunya daratan, menarik, kan," katanya lagi.
Ganjar pun sempat menyinggung konflik yang masih berlanjut di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Menurutnya jika mitigasi cukup, maka konflik agraria bisa dihindari.
Di kesempatan yang sama, Ganjar sempat menjawab mengenai statusnya sebagai petugas partai atau petugas rakyat. Ia menyatakan, ia merupakan kader partai yang mengusungnya, yang merupakan bagian dari identitas politik.
Namun saat memegang jabatan publik, baik presiden maupun gubernur, rakyat merupakan hal yang utama. Menurutnya, seorang pemimpin harus membedakan posisinya ketika menjadi kader partai dan kepala negara atau kepala daerah.
“Saya kader partai, tapi presiden bukan, gubernur bukan. Itulah melayani,” ujarnya.
Baca juga: Mahasiswa UI ke Ganjar: Jika Terpilih, Bapak Jadi Petugas Rakyat atau Boneka Megawati?
Dia bahkan mengaku berpihak kepada masyarakat saat menangani beberapa kasus.
Perjalanannya saat menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah pun bisa dilihat dan bisa dicari guna memastikan posisinya sebagai kader partai atau pelayan masyarakat.
"Jadi kita bisa membedakan, ketika kita sudah berada dalam catatan, apa yang kita lakukan. Maka kalau Anda riset tentang saya, apa yang saya lakukan, adakah kemudian saya hanya berpihak pada partai saya?" tanya Ganjar.
"Mungkin nyaris Anda tidak menemukan itu. Lihat 10 tahun (saat) saya (menjabat). Itu bukan waktu pendek, dan 10 tahun artinya saya terpilih dua kali," ujarnya lagi.
Tak hanya itu, Ganjar mencontohkan beberapa kebijakan yang dia ambil semasa menjabat gubernur, yang dia anggap demi kepentingan bersama. Salah satunya, saat ia ingin membuka data Covid-19 di Jawa Tengah yang sedang tinggi-tingginya.