JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hiang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut warga Rempang, Batam mendapatkan sejumlah teror psikologi dari negara.
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya Saputra mengatakan, salah satu bentuk teror psikologis itu adalah pendirian 7 posko yang dinilai menjadi simbol dan upaya menyebarkan teror kepada warga.
Menurut Dimas, keberadaan posko itu juga bisa membuat warga Rempang takut melakukan aktivitas sosial dan ekonomi.
Pernyataan itu Dimas sampaikan bersama Tim Solidaritas Nasional untuk Rempang yang terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM).
“Terdapat temuan pembentukan 7 posko yang itu merupakan salah satu bentuk simbolik dari upaya-upaya untuk melakukan penyebaran teror,” ujar Dimas dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube Yayasan LBH Indonesia, Minggu (17/9/2023).
Baca juga: Menghormati Sejarah Pulau Rempang
KontraS dan TIm Solidaritas melihat pembentukan posko itu sebagai kekerasan simbolik kepada warga.
Selain itu, Tim Solidaritas juga mendapati aparat melakukan sweeping atau berupaya memonitor warga serta mengidentifikasi beberapa orang yang ditengarai berperan dalam kerusuhan 7 dan 11 September lalu.
Menurut Dimas, sweeping itu biasanya disertai dengan upaya mengkambinghitamkan sejumlah orang yang dianggap ikut melakukan kerusuhan.
“Sebelum adanya upaya proses hukum yang sifatnya bisa diambil secara lebih baik dan konstruktif,” tuturnya.
Kemudian, KontraS dan Tim Solidaritas juga menemukan adanya bentuk patroli jalanan yang dilakukan aparat gabungan. Tindakan itu dilakukan sebagai bentuk pengendalian situasi di Pulau Rempang.
Dimas menyebut, maksud dan patroli jalanan itu tidak pernah disampaikan secara jelas dan transparan oleh otoritas setempat. Hal ini membuat masyarakat merasa takut.
Selain itu, aparat keamanan juga menempatkan kendaraan berat kantor Kecamatan Galang.
Tindakan ini dinilai menjadi bentuk intimidasi untuk mendorong masyarakat merelakan diri mendaftar proses relokasi di Pulau Rempang.
“Karena masyarakat menganggap patroli yang dijalankan untuk kemudian melakukan proses penakut-nakutan dan penyebaran teror oleh aparat keamanan,” kata Dimas.
Baca juga: 28 September Pulau Rempang Harus Dikosongkan
Untuk diketahui, bentrok antara warga Pulau Rempang dengan aparat terjadi karena rencana relokasi warga Pulau Rempang, Galang, dan Galang Baru pada 7 September lalu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.