JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Solidaritas untuk Rempang yang terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) menduga aparat kepolisian menembakkan gas air mata secara serampangan dalam bentrokan di Jembatan Barelang, Batam pada 7 September lalu.
Kepala Divisi Riset dan Dokumentasi Koalisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Rozy Brilian Sodik mengatakan, dugaan itu didapatkan dari investigasi singkat Tim Solidaritas untuk Rempang pada 11-13 September.
“Kami menemukan fakta bahwa gas air mata ditembakkan secara serampangan, menyasar ke berbagai penjuru, setelah di jembatan 4 Barelang,” kata Rozy dalam konferensi pers yang digelar di YouTube Yayasan LBH Indonesia, Minggu (17/9/2023).
Baca juga: Kata Media Asing soal Bentrok Masyarakat Vs Aparat di Rempang, Respons Jokowi Disorot
Rozy mengatakan, KontraS dan sejumlah LSM lain turun ke Batam untuk mewawancarai warga, salah satunya guru SMP Negeri (SMPN) 22 Batam yang terdampak paparan gas air mata.
Guru tersebut mengaku, ketika mendengar terdapat bentrok antara warga dengan aparat, ia langsung bergegas menuju ruang guru.
Menggunakan pengeras suara atau speaker, guru tersebut meminta aparat tidak menembakkan gas air mata ke arah sekolah.
“Tapi ternyata gas air mata itu ditemukan di depan (dekat pintu sekolah),” tutur Rozy.
Baca juga: Investor Datang, Pemerintah Senang, Warga Pulau Rempang Meradang
Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 10.10 WIB. Ruang kelas sedang terisi penuh oleh anak-anak yang mengikuti proses belajar mengajar.
Berdasarkan kesaksian warga, polisi diduga menembakkan gas air mata ke arah kebun di dekat SMPN 2 Batam.
Kondisi itu membuat siswa yang sedang melakukan proses belajar mengajar kocar kacir, berlarian ke bukit di belakang sekolah.
“Ini gambar siswa SMPN 22 yang kemudian lari kocar kacir pada saat itu setelah ditembakkan gas air mata,” kata Rozy menunjukkan foto anak-anak sekolah di atas bukti.
Baca juga: Profil Xinyi, Raksasa Kaca China yang Mau Investasi Rp 381 Triliun di Pulau Rempang
Rozie mengatakan, temuan ini sekaligus membantah pernyataan pihak kepolisian bahwa tidak perlu terdapat evaluasi penggunaan gas air mata dalam penanganan kerusuhan di Rempang.
Berdasarkan temuan Tim Solidaritas, kata Rozy, setidaknya terdapat 10 murid dan satu guru yang menjadi korban paparan gas air mata.
Padahal kata Rozie, di sekitar lokasi bentrokan itu terdapat gapura yang menandai adanya sekolah.
“Sudah sepatutnya bahwa polisi mengetahui di tanggal itu anak sekolah juga seharusnya tidak menembakkan gas air mata ke arah sekolah,” kata dia.