Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Jadi Capres atau Cawapres: Wajib Cuti Saat Kampanye, Tak Boleh Pakai Fasilitas Negara

Kompas.com - 11/09/2023, 14:45 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo bicara soal sejumlah hal yang harus diperhatikan jika menteri Kabinet Indonesia Maju hendak mencalonkan diri sebagai presiden (capres) atau wakil presiden (cawapres) Pemilu 2024.

Pertama, katanya, seorang menteri tak perlu mengundurkan diri dari jabatannya, tetapi cukup mengajukan cuti jika hendak maju sebagai capres atau cawapres.

Namun demikian, menteri yang maju sebagai capres atau cawapres tak boleh menggunakan fasilitas negara selama berkontestasi.

"Aturannya seperti apa, kalau aturannya tidak boleh (mundur) tidak usah mundur ya enggak apa-apa, yang paling penting tidak menggunakan fasilitas negara,” kata Jokowi usai meninjau Gudang Bulog Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (11/9/2023).

Baca juga: Izinkan Menteri Maju Jadi Capres-Cawapres, Jokowi: Yang Penting Tak Pakai Fasilitas Negara

Kedua, kata Jokowi, seorang menteri yang maju sebagai capres atau cawapres harus mengajukan cuti saat berkampanye untuk kepentingan pemilu.

“Kalau kampanye, cuti. Aturannya jelas," ujarnya.

Jokowi meyakini bahwa pemerintahan tak terganggu jika banyak menteri yang menjadi peserta pemilu. Sebab, klaim Jokowi, sistem birokrasi di Indonesia sudah berjalan mapan.

"Sistem birokrasi kita ini sudah mapan," tutur kepala negara.

Lantas, bagaimana undang-undang mengatur menteri yang maju sebagai capres atau cawapres?

Tak perlu cuti

Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden mengatur tentang menteri jadi capres atau cawapres.

Menurut Pasal 15 ayat (2) PKPU tersebut, menteri atau pejabat setingkat menteri yang maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden cawapres Pemilu 2024 tak perlu mengundurkan diri dari jabatannya, tetapi cukup cuti.

Baca juga: Menteri Jadi Capres atau Cawapres, Jokowi: Kalau Kampanye, Harus Cuti

Lamanya cuti dimulai sejak menteri atau pejabat setingkat menteri ditetapkan sebagai capres atau cawapres hingga selesainya tahapan pemilu.

“Pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik peserta pemilu atau gabungan partai politik peserta pemilu sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali presiden, wakil presiden, pimpinan dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Daerah, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota, termasuk menteri dan pejabat setingkat menteri, sepanjang menteri dan pejabat setingkat menteri mendapatkan persetujuan presiden dan cuti/non aktif sebagai menteri dan pejabat setingkat menteri,” bunyi draf aturan tersebut.

“Terhitung sejak ditetapkan sebagai calon presiden dan wakil presiden sampai selesainya tahapan pemilu presiden dan wakil presiden,” lanjutan Pasal 15 ayat (2) draf tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Terkait ini, Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan, mekanisme cuti menteri dan pejabat setingkat menteri merupakan kewenangan presiden.

Selama masa pemilu, capres-cawapres akan banyak melakukan aktivitas politik, mulai dari pendaftaran, penetapan calon, hingga kampanye. Oleh karenanya, menteri dan pejabat setingkat menteri yang maju sebagai capres-cawapres harus cuti.

Baca juga: Draf PKPU: Tak Perlu Mundur, Menteri Jadi Capres Boleh Cuti Hampir Setahun

"Sama halnya seperti kepala daerah atau wakil kepala daerah aktif kemudian mencalonkan kembali pada periode berikutnya itu kan diwajibkan cuti. Pada saat melakukan aktivitas-aktivitas seperti itu," jelas Idham saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (7/9/2023).

Sementara, Pasal 281 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur perihal cuti menteri selama masa kampanye. Menurut beleid ini, menteri dan pejabat lain yang hendak berkampanye harus cuti di luar tanggungan negara.

“Kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harusnmemenuhi ketentuan: b. menjalani cuti di luar tanggungan negara,” bunyi Pasal 281 ayat (1) huruf b UU Pemilu.

“Cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah,” lanjutan Pasal 281 ayat (2).

Adapun merujuk Pasal 302 ayat (2) UU Pemilu, cuti bagi menteri yang melaksanakan kampanye dapat diberikan satu hari kerja dalam setiap minggu selama masa kampanye.

Dilarang pakai fasilitas negara

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu juga melarang para pejabat negara menggunakan fasilitas negara selama berkampanye.

“Dalam melaksanakan kampanye, presiden dan wakil presiden, pejabat negara, pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara,” bunyi Pasal 304 ayat (1) UU Pemilu.

Adapun fasilitas negara yang dimaksud yaitu:

  • sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya;
  • gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik pemerintah, milik pemerintah provinsi, milik pemerintah kabupaten/kota, kecuali daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan;
  • sarana perkantoran, radio daerah dan sandi/ telekomunikasi milik pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan peralatan lainnya; dan
  • fasilitas lainnya yang dibiayai oleh APBN atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Baca juga: Menteri Nyapres Tak Perlu Mengundurkan Diri, KPU: Tapi Sebaiknya Cuti

Namun demikian, jika gedung atau fasilitas negara itu disewakan kepada umum, maka tempat tersebut boleh digunakan oleh pejabat untuk berkampanye.

Meski presiden dan wakil presiden, menteri, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota dilarang menggunakan fasilitas dalam jabatannya ketika berkampanye, namun aturan itu tak berlaku bagi fasilitas pengamanan para pejabat.

“Penggunaan fasilitas negara yang melekat pada jabatan presiden dan wakil presiden menyangkut pengamanan, kesehatan, dan protokoler dilakukan sesuai dengan kondisi
lapangan secara profesional dan proporsional,” bunyi Pasal 305 ayat (1).

Adapun masa kampanye Pemilu 2024 akan berlangsung selama 75 hari yakni 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024. Lalu, masa tenang pemilu digelar selama 3 hari, 11-13 Februari 2024.

Kemudian, pada 14 Februari 2024 akan dilaksanakan pemungutan suara serentak di seluruh Indonesia. Tak hanya untuk memilih presiden dan wakil presiden, tetapi juga anggota DPD, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com