Bahkan harus diakui, meskipun belum dikenal secara luas, DKPP menjadi Lembaga yang sangat diharapkan masyarakat. Terlihat dari penerimaan laporan/pengaduan masyarakat ke DKPP yang meningkat tiap tahunnya.
Karena itu pula kita mendorong DKPP mengeluarkan keputusan yang berkualitas. Melihat harapan masyarakat itu, harusnya DKPP menjadi mahkamah yang mengadili pelanggaran penyelenggara pemilu secara final dan mengikat tanpa ada upaya di luar dari hukum kepemiluan.
Dalam beberapa kasus, penyelenggara pemilu yang diadili oleh DKPP tidak menerima keputusan pemberhentian dari penyelenggara, kemudian mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai upaya untuk membatalkan keputusan DKPP.
Hal ini, bagi saya, dapat menciptakan dilema bagi kepastian hukum setelah keluar keputusan DKPP. Apabila ada upaya lain di luar daripada hukum pemilu untuk mengontrol keputusan dewan etik pemilu, maka akan ada kekosongan jabatan.
Ini membuat tidak efektif keberadaan DKPP sebagai penegak etika dan juga menjadi alibi untuk menghindari sanksi pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu.
Keputusan DKPP yang bersifat final dan mengikat itu harus selesai disidang etik tanpa harus ada upaya lain di luar itu. Ini perlu dipikirkan oleh pembuat UU untuk memperkuat DKPP sebagai “mahkamah” etik.
Kenapa keputusan DKPP itu bersifat final, mengikat dan tidak boleh ada upaya lain?
Sebelum mengambil keputusan untuk memberhentikan seorang penyelenggara pemilu, DKPP terlebih dahulu menjatuhkan vonis hukuman yang bersifat peringatan.
Jadi meskipun seseorang itu melakukan pelanggaran etik (kecuali yang sangat fatal), DKPP masih memberikan waktu yang bersangkutan untuk memperbaiki diri dengan putusan peringatan. Bahkan dalam banyak kasus, DKPP memberikan peringatan lebih dari tiga kali.
Prosedur penanganan kode etik penyelenggara pemilu yang dilaksanakan DKPP sangat mengedepankan pemaafan dan pada penghukuman.
Namun kadang penyelenggara pemilu melakukan pelanggaran berulang-ulang. Karena pelanggaran berulang-ulang itulah akhirnya DKPP menjatuhkan hukuman pemberhentian dengan tidak terhormat.
Jadi kedepannya peran DKPP dalam penegakan kode etik penyelenggara pemilu perlu diberi kepastian mengenai sifat keputusannya memberhentikan penyelenggara pemilu yang melanggar etik. Supaya asas kepastian hukum benar-benar tercapai dalam penyelenggaraan pemilu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.