JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mempertanyakan argumen pemohon yang mengajukan gugatan terhadap syarat minimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Hakim Wahiduddin Adams mempertanyakan alasan pemohon menyinggung sosok Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dalam gugatannya. Sebab, menurut Wahiduddin, Gibran tak ada hubungannya dengan gugatan pemohon.
Ini disampaikan hakim dalam sidang perkara Nomor 92/PUU-XXI/2023 tentang uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu di mana pemohon meminta supaya MK membolehkan kepala daerah yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres.
“Dalil ini menceritakan tentang Wali Kota Surakarta yang tidak ada kaitannya dengan pemohon. Kerugian pemohon dengan contoh dari wali kota ini apa sebenarnya sehingga dijadikan dalil kerugian pemohon?“ tanya Hakim Wahiduddin dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2023).
Baca juga: Anies-Cak Imin Duet, Peluang Erick Thohir dan Gibran Jadi Cawapres Prabowo Terbuka Lebar
Wahiduddin menyoroti argumen pemohon yang berulang kali menyinggung sosok Gibran dalam gugatannya. Seolah-olah, gugatan ini mempersoalkan konflik individual yang menyangkut Gibran.
Padahal, kata Wahiduddin, uji materi di MK bersifat abstrak dan tidak mengadili kasus perorangan.
“Semua dalil pemohon ini bersifat kasus konkrit, sementara karakteristik pengujian undang-undang di MK itu bersifat abstrak, tidak mengadili kasus orang-perorang. Jadi tidak ke sana ininya, tetapi kepada normanya itu,” ucapnya.
Oleh karenanya, Wahiduddin meminta pemohon menyampaikan argumen lain selain yang berkaitan dengan Gibran dalam uji materi ini.
“Jadi kalau memang ingin menguraikan contoh lain ya itu banyak tokoh muda di bawah 40 tahun yang bisa pemohon angkat. Itu tidak hanya kasus orang-perorang contoh-contohnya,” katanya.
Baca juga: Golkar Ungkap Ada yang Usulkan Gibran Jadi Cawapres Prabowo di Koalisi Indonesia Maju
Hakim MK lainnya, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, juga menyinggung hal serupa. Ia meminta pemohon memperkuat alasan mereka ingin agar kepala daerah bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden kendati belum berusia 40 tahun.
“Contoh yang diangkat berkaitan dengan wali kota Surakarta, tapi nanti di dalam alasan permohonan harus diperkuat mengapa ada penambahan frasa ini,” ujarnya.
Daniel juga meminta pemohon memperjelas maksud “kepala daerah” yang bisa maju sebagai capres-cawapres. Apakah hanya wali kota saja seperti yang disinggung pemohon, atau juga bupati dan gubernur.
“Ini nanti diurakain yang dimaksud kepala daerah ini yang mana. Apakah seluruh kepala daerah, baik gubernur, bupati, dan wali kota, atau justru pemohon hanya ingin khusus cukup wali kota bisa jadi presiden atau wakil presiden misalnya,” kata Daniel.
“Itu diuraikan di dalam alasan-alasan permohonan supaya bisa meyakinkan majelis hakim nanti,” lanjutnya.
Sebelumnya diberitakan, seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Surakarta (UNSA) bernama Almas Tsaqibbirru mengajukan gugatan tentang syarat usia minimal capres-cawapres yang tertuang dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu ke MK.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.