Dari sinilah babak baru koalisi Nasdem – PKB mulai terjalin dan memporak-porandakan puzzle koalisi yang selama ini telah terbentuk.
Sebagian kalangan menganggap langkah dan cara Cak Imin dan Anies Baswedan adalah gambaran tipikal politisi yang tidak beretika.
Ada juga yang bilang mereka adalah pengkhianat. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono malah bilang Anies adalah pengkianat, tidak beretika dan di luar kepatutan.
Menawari AHY dengan posisi Cawapres hingga tujuh kali adalah perilaku Anies yang dianggap politisi yang suka “meng-ghosting” orang.
SBY bahkan menyebut Demokrat telah diselamatkan karena tidak jadi bersama Anies karena sulit membayangkan jika terpilih kelak pasti tidak amanah, apalagi dengan kekuasaan yang besar.
Capres Prabowo Subianto yang kini berhasil menghimpun Gerindra, Golkar, PAN, PBB serta Gelora dalam Koalisi Indonesia Maju ikut-ikutan menyebut adanya pengkhianatan di tubuh koalisinya.
Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan malah menyebut Cak Imin keluar dari koalisi pengusung Prabowo sebagai bakal capres tidak menyalahkan “lampu sein” terlebih dahulu.
Jika kita mau mengulik kembali azas dan prinsip-prinsip dasar dari Ilmu Politik, apa yang dilakukan Anies, Cak Imin maupun politisi-politisi lain tidak ubahnya tengah mencari panggung-panggung politik demi kekuasaan.
Politik memang selalu dikaitkan dengan kekuasaan, karena memang konsep politik itu tidak lepas dari upaya mempertahankan kekuasaan.
Menurut W.A. Robson dalam Budiardjo (1998), politik adalah ilmu yang mempelajari kekuasaan dalam masyarakat.
Ramlan Surbakti juga memiliki pendapat yang sama bahwa politik merupakan segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat.
Kekuasaan di sini memiliki arti suatu kemampuan seseorang yang bisa memberikan pengaruh kepada orang lain. Baik itu tentang pola pikir ataupun perbuatan yang bisa membuat orang lain berpikir dan bertindak sesuai dengan orang yang memberikan pengaruh tersebut.
Bisa jadi, cara dan strategi yang dilakukan Cak Imin dan Anies Baswedan dianggap tidak beretika, kasar, menelikung dan berkhianat.
Namun bagi Cak Imin atau Anies, boleh jadi apa yang dilakukannya hanyalah mencari peluang di antara segala kemungkinan yang terjadi.
Patut dipertanyakan pula, mengapa juga sebagai politisi senior sosok-sosok seperti Prabowo dan SBY yang kenyang dengan asam garam perpolitikkan bisa “ditelikung” dan “dikhianati” oleh politisi-politisi “kemarin sore”?