Salin Artikel

Manuver Anies-Muhaimin: Politik Memang Kejam

Bayangkan saja, entah sudah jutaan rupiah dihabiskan oleh satu orang calon anggota legeslatif hanya untuk memasang baliho dirinya yang akan maju di pemilu legeslatif 2024. Lengkap dengan tokoh “junjungannya”.

Tidak hanya di satu daerah, tetapi aksi “rusak gambar” berlangsung marak hampir meluas ke semua daerah di Tanah Air.

Bersolek manis dengan senyum tersungging tipis, tampil klimis bak pemain drakor. Saya begitu “haqqul yaqin” saat difoto pasti menahan napas agar perut terlihat ramping seperti CR-7.

Apa boleh buat, walau baliho tidak salah, tetapi harus diturunkan. Istilahnya “take down”.

Tidak hanya dicopot paksa, ada juga baliho dirobek, bahkan dibakar habis. Semua bersorak-sorai demi alasan membela kehormatan sang ketua umum.

Seperti berbalik 180 derajat, saat awal “dipasangkan” mereka menyambutnya dengan gegap gempita. Namun saat ditelikung, mereka berteriak “musang berbulu domba”, merasa dikhianati.

Deklarasi kandidat capres – cawapres telah tergelar meriah, bak meniru aksi heroisme pahlawan bangsa di tempat bersejarah.

Jika pahlawan merobek bendera musuh untuk menunjukkan keberaniannya, tetapi dua anak muda yang bertekad menjadi pemimpin negeri mampu “merobek” perasaan dari orang-orang yang disakitinya.

Konsistensi Cak Imin menjadi bakal cawapres

Nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sepertinya akan tercatat dalam sejarah politik kontemporer kita.

Cak Imin – demikian sapaan akrab keponakan Presiden Abdurrahman Wahid – begitu konsisten dalam menggapai kekuasaan di Pilpres 2024.

Bayangkan, sejak 13 Agustus 2022, PKB sudah “seia-sekata” menjalin kerjasama politik bersama Gerindra untuk mengusung Prabowo Subianto sebagai Capres. Tanggal 27 Juli 2023, Cak Imin menerima kedatangan Ketua DPP PDIP, Puan Maharani.

Ganjar Pranowo, bakal capres yang diusung PDIP, PPP, Perindo dan Hanura juga menyempatkan menemui Cak Imin pada 19 Agustus 2023. Sembari membawa sepasang burung Lovebird bercorak merah dan hijau, Ganjar berharap Cak Imin bisa bergabung di koalisi penerus Jokowi.

Siapa sangka, 31 Agustus 2023, elite Demokrat menyebut adanya pengkhianatan oleh Anies Baswedan yang urung menjadikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres, tetapi malah menggamit Cak Imin.

Lebih mengagetkan lagi, 2 September 2023, bertempat di eks Hotel Yamato, Surabaya, Cak Imin mengikrarkan diri maju sebagai cawapres dari Capres Partai Nasdem, Anies Baswedan.

Dari sinilah babak baru koalisi Nasdem – PKB mulai terjalin dan memporak-porandakan puzzle koalisi yang selama ini telah terbentuk.

Sebagian kalangan menganggap langkah dan cara Cak Imin dan Anies Baswedan adalah gambaran tipikal politisi yang tidak beretika.

Ada juga yang bilang mereka adalah pengkhianat. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono malah bilang Anies adalah pengkianat, tidak beretika dan di luar kepatutan.

Menawari AHY dengan posisi Cawapres hingga tujuh kali adalah perilaku Anies yang dianggap politisi yang suka “meng-ghosting” orang.

SBY bahkan menyebut Demokrat telah diselamatkan karena tidak jadi bersama Anies karena sulit membayangkan jika terpilih kelak pasti tidak amanah, apalagi dengan kekuasaan yang besar.

Capres Prabowo Subianto yang kini berhasil menghimpun Gerindra, Golkar, PAN, PBB serta Gelora dalam Koalisi Indonesia Maju ikut-ikutan menyebut adanya pengkhianatan di tubuh koalisinya.

Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan malah menyebut Cak Imin keluar dari koalisi pengusung Prabowo sebagai bakal capres tidak menyalahkan “lampu sein” terlebih dahulu.

Jika kita mau mengulik kembali azas dan prinsip-prinsip dasar dari Ilmu Politik, apa yang dilakukan Anies, Cak Imin maupun politisi-politisi lain tidak ubahnya tengah mencari panggung-panggung politik demi kekuasaan.

Politik memang selalu dikaitkan dengan kekuasaan, karena memang konsep politik itu tidak lepas dari upaya mempertahankan kekuasaan.

Menurut W.A. Robson dalam Budiardjo (1998), politik adalah ilmu yang mempelajari kekuasaan dalam masyarakat.

Ramlan Surbakti juga memiliki pendapat yang sama bahwa politik merupakan segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat.

Kekuasaan di sini memiliki arti suatu kemampuan seseorang yang bisa memberikan pengaruh kepada orang lain. Baik itu tentang pola pikir ataupun perbuatan yang bisa membuat orang lain berpikir dan bertindak sesuai dengan orang yang memberikan pengaruh tersebut.

Bisa jadi, cara dan strategi yang dilakukan Cak Imin dan Anies Baswedan dianggap tidak beretika, kasar, menelikung dan berkhianat.

Namun bagi Cak Imin atau Anies, boleh jadi apa yang dilakukannya hanyalah mencari peluang di antara segala kemungkinan yang terjadi.

Patut dipertanyakan pula, mengapa juga sebagai politisi senior sosok-sosok seperti Prabowo dan SBY yang kenyang dengan asam garam perpolitikkan bisa “ditelikung” dan “dikhianati” oleh politisi-politisi “kemarin sore”?

Cak Imin yang akhirnya melabuhkan hatinya kepada Anies Baswedan merasa nasibnya tidak jelas berada di Koalisi Indonesia Raya bareng Gerindra. Hampir setahun “pacaran” dengan Prabowo, kejelasan Cak Imin terus digantung.

Janji posisi Cawapres mendampingi Prabowo semakin “auh ah gelap” usai Golkar dan PAN menyusul bergabung mendukung pencapresan Prabowo.

Cak Imin semakin tidak nyaman melihat PAN semakin gencar mempromosikan Erick Thohir dan Golkar tetap “ngotot” menjajakan Airlangga Hartarto sebagai “pengantinnya” Prabowo.

Demikian pula dengan Anies terhadap AHY. Sebagai figur yang disponsori Nasdem, Anies tidak bisa berbuat banyak dengan komando Surya Paloh yang mendikte langkahnya.

Janji boleh terucap hingga tujuh kali kepada AHY serta lengkap dengan surat tertulis permintaan menjadi pendampingnya, apa boleh buat perintah Surya Paloh-lah yang harus dikedepankan.

Politik tetap butuh kesantunan

Dunia politik memang keras dan kejam, penuh dengan “pertempuran” dalam memperebutkan kekuasaan. Terkadang segala cara dihalalkan dan dilakukan untuk mencapai satu tujuan, yakni mengapai kekuasaan.

Bukan pula berarti cara santun tidak bisa dilakukan dalam berpolitik. Saya jadi teringat dengan Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat yang pernah menjadi Ketua Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Saat BPUPKI tengah menggelar rapat persiapan kemerdekaan akhir Mei 1945 dan tengah berdebat soal dasar negara bila Indonesia merdeka, Radjiman begitu menghargai pandangan para “adik kelasnya” seperti M. Yamin, Soepomo dan Soekarno.

“Aku duduk mendengarkan pembitjaraan simpang-siur ini dan membiarkan setiap orang mengeluarkan pendapatnja. Buluku berdiri tegak mendengarkan mereka mendjelaskan rentjana masing-masing jang mengemukakan segala matjam perkara ketjil-ketjil. Mereka terlalu banjak men-djika dan terlalu banjak mengira-ngira. Melihat semua ini semua kukira tak seorangpun dari kami jang akan mengenal kemerdekaan hingga masuk keliang kubur”. – Bung Karno, 1 Juli 1945.

Radjiman Wediodiningrat mendengar saksama dan memberi hormat atas jawaban menawan dari Soekarno dan mengakhiri perdebatan panjang soal dasar negara.

Para politikus tetap bisa “merebut” hati para pemilihnya, apakah menjadi Capres atau Cawapres tanpa harus meninggalkan kesantunan dalam berpolitik.

Namun politik santun ini jangan pula disalahgunakan hanya untuk pencitraan dalam rangka menggapai kekuasaan.

Santun tidak dijadikan kedok untuk mendulang dukungan para pemilih. Tidak juga menampilkan kesantuan yang tidak sesuai dengan realita, hanya untuk menarik simpati.

Kita semua tentu berharap di balik kesantunan yang tampak tersebut, tidak tersembunyi “musang berbulu domba” yang menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Dari Cak Imin atau Anies Baswedan kita bisa belajar arti konsistensi...

https://nasional.kompas.com/read/2023/09/04/06150091/manuver-anies-muhaimin--politik-memang-kejam

Terkini Lainnya

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke