JAKARTA, KOMPAS.com - Perkara dugaan korupsi mantan Mantan Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah (Kanwil) Jakarta Selatan Rafael Alun Trisambodo menjalani sidang perdana kemarin, Rabu (30/8/2023).
Dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terungkap berbagai modus yang dilakukan Rafel Alun dalam memupuk kekayaannya hingga diduga telah menerima gratifikasi Rp 16,6 miliar.
Nama sang istri, Ernie Meike Torondek, pun terseret. Rafael dan Ernie diduga bersama-sama menikmati duit hasil korupsi yang didapat dari kongkalikong "mengorting" pajak para pengusaha.
Keterlibatan Ernie dalam dugaan penerimaan gratifikasi sang suami terungkap dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin.
Baca juga: Deret Aset Hasil Cuci Uang Rafael Alun: Rumah, Restoran, hingga Puluhan Tas Mewah
Jaksa menyebut, pasangan suami istri itu diduga menerima gratifikasi Rp 16,6 miliar dari para wajib pajak secara bersama-sama.
“Menerima gratifikasi yaitu menerima uang seluruhnya sejumlah Rp 16.644.806.137,” kata Jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2023).
Sebagai pejabat DJP, Rafael memang berurusan dengan para wajib pajak.
Ia mendirikan sejumlah perusahaan, termasuk yang bergerak di bidang konsultasi pajak, PT Artha Mega Ekadhana (ARME) sejak 2002.
Baca juga: Siasat Rafael Alun Tutupi Hasil Gratifikasi: Libatkan Istri, Anak, dan Ibu buat Cuci Uang
Keberadaan perusahaan ini telah dipermasalahkan KPK jauh sebelum memasuki persidangan.
Sebab, perusahaan itu disinyalir menimbulkan konflik kepentingan lantaran wajib pajak ingin membayar serendah mungkin kepada negara. Sementara, pegawai pajak harus mengumpulkan pajak sebanyak mungkin.
Dalam dakwaannya, Jaksa KPK menyebut Rafael tidak memegang sendiri perusahaan itu. Ia menempatkan istrinya sebagai pemegang saham dan komisaris.
“Tangal 22 April 2002 dengan menempatkan Ernie Meike Torondek yang merupakan istri terdakwa sebagai Komisaris Utama,” ujar Jaksa.
Baca juga: Istri Rafael Alun Disebut Ikut Terima Gratifikasi, Ketua KPK: Kita Tindak Lanjuti
Belum setahun berdiri, PT ARME menerima uang Rp 12.802.566.963 dari 64 wajib pajak
Dari penerimaan itu, Ernie dan Rafael diduga mendapat bagian Rp 1.641.503.466. Di dalamnya termasuk tunjangan hari raya (THR)Rp 460.678.350.
Penerimaan terus berlanjut. Pada 2004, Rafael kembali menerima uang dari wajib pajak melalui PT ARME sebesar Rp 2,56 miliar selama kurun Oktober-Desember.
Aliran dana dari para wajib pajak tidak hanya masuk kantong Rafael melalui PT ARME. Pegawai pajak itu juga mendirikan beberapa perusahaan lain untuk menerima uang panas dari para wajib pajak.
Pada 2008, Rafael mendirikan PT Cubes COnsulting. Perusahaan ini bergerak di bidang pengembangan perangkat lunak. Ia menempatkan adik iparnya, Gangsar Sulaksono sebagai pemegang saham dan komisaris.
Rafael juga mendirikan PT Bukit Hijau pada 2012 dan menempatkan istrinya sebagai komisaris. Salah satu bidang kerja perusahaan ini di bidang pembangunan dan konstruksi.
Baca juga: Akal-akalan Rafael Alun Cuci Uang Korupsi: Beli Apartemen dan Kendaraan Diatasnamakan Pegawai
Jaksa menyebut, pada Oktober-November 2011, PT Cubes Consulting menerima pendapatan jasa operasional perusahaan namun tidak dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Selain itu, Jaksa juga mencatat Rafael menerima uang dari para wajib pajak dengan jumlah besar.
Pada 2010, Rafael juga menerima uang dari wajib pajak PT Cahaya Kalbar, salah satu perusahaan di bawah naungan WIlmar Group.
Perusahaan itu menjadi wajib pajak di Kantor Pusat DJP Jakarta. Dari anak perusahaan Wilmar Group ini Rafael diduga menerima Rp 6 miliar.
“Disamarkan dalam pembelian tanah dan bangunan di Perumahan Taman Kebon Jeruk Blok G1 Kav 112 Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kembangan, Kota Jakarta Barat oleh Jinnawati, selaku Direktur Operasional dan Keuangan PT Cahaya Kalbar,” kata Jaksa.
Baca juga: Cara Rafael Alun Raup Cuan Gratifikasi dari Puluhan Wajib Pajak
Berikutnya, dari wajib pajak PT Khrisna Bali INternational Cargo pada Maret 2013, Rafael menerima Rp 2 miliar di Minahasa Utara.
Uang itu diterima dari Direktur PT Krisna Group, Anak Agung Ngurah Mahendra.
Jaksa lantas menyebut, dari penerimaan miliaran rupiah itu Rafael dan Ernie, baik langsung atau tidak langsung melalui PT ARME dan PT Cubes Consulting serta dari PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Kargo telah menerima uang Rp 27.805.869.634.
“Yang khusus diterima oleh terdakwa bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek adalah Rp 16.644.806.137,” ujar Jaksa.
Atas perbuatannya, Rafael Alun dijerat dengan Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Meskipun disebut turut serta menerima uang korupsi, Ernie sampai saat ini belum menyandang status tersangka maupun terdakwa.
Selama proses hukum Rafael, ia bolak balik diperiksa penyidik namun untuk diperiksa sebagai saksi.
Ditemui di Pengadilan Tipikor usai Jaksa membacakan surat dakwaan, Ernie hanya membisu.
Ia tidak menanggapi pernyataan jaksa yang menyebut Ernie menerima gratifikasi bersama-sama Rafael.
Ia juga bungkam saat ditanya mengenai masalah anaknya, Mario Dandy Satrio yang saat ini mendekam di sel karena menganiaya anak petinggi GP Ansor, DO.
Baca juga: Rafael Alun Pakai Uang Gratifikasi untuk Beli 70 Tas Mewah buat Istri, Nilainya Rp 1,5 Miliar
Mario akan menghadapi sidang pembacaan putusan kasus penganiayaan berat itu pada 6 September nanti.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut Ernie berpotensi menjadi tersangka karena turut serta menerima gratifikasi suaminya.
Meski bukan penyelenggara negara, Ernie tetap bisa dijerat karena ia terkait dugaan perbuatan korupsi suaminya.
“Kalau PN-nya, penyelenggara negaranya memang RAT (Rafael), tetapi kalau kemudian penerimaannya melalui orang lain, termasuk keluarga atau istri tadi tersebut itu tetap kita jerat bersama-sama,” kata Ghufron saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (30/8/2023).
Ghufron mengatakan, dalam kasus-kasus korupsi lain, baik suap maupun gratifikasi KPK tidak hanya menjerat pelaku utama.
Dalam suap bupati misalnya, KPK juga mentersangkakan ajudan yang menjadi perantara penerimaan suap.
Kemudian, KPK juga menetapkan PNS di Mahkamah Agung yang menjadi perantara suap Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh.
Meski perantara atau orang pada lapis-lapis penerimaan ini bukan penyelenggara negara ataupun pihak yang memiliki kewenangan terkait, mereka telah bersepakat menerima uang korupsi.
“Loh iya (KPK buka peluang jerat istri Rafael). Makanya, intinya siapapun yang kemudian disepakati layer-layer itu, pihak-pihak yang disepakati, layer itu kita tersangkakan sebagai turut serta juga,” kata Ghufron.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.