Padahal, ada persoalan-persoalan negara yang belum mampu terjawab oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Misalnya, apabila terjadi bencana alam yang berskala besar, pemberontakan, peperangan, pandemi, atau keadaan darurat lain yang menyebabkan pemilu tak dapat digelar sebagaimana perintah konstitusi. Dalam situasi demikian, tidak ada presiden dan wakil presiden yang terpilih dari produk pemilu.
Contoh tersebut menimbulkan pertanyaan, siapa yang punya kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan-keadaan bahaya demikian.
“Lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan pemilihan umum?” ucap Bamsoet.
Baca juga: Soal Wacana Amendemen UUD 1945, Gerindra: Baiknya Didiskusikan Setelah Pemilu 2024
“Bagaimana pengaturan konstitusionalnya jika pemilihan umum tertunda, sedangkan masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, anggota anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta para menteri anggota kabinet telah habis?” lanjutnya.
Sebelum konstitusi diubah, kata Bamsoet, MPR dapat menerbitkan ketetapan yang bersifat pengaturan untuk melengkapi kekosongan konstitusi.
Namun, setelah amendemen UUD 1945, masalah-masalah demikian belum ada jalan keluar konstitusionalnya.
Sementara, merujuk ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, sebagai representasi dari prinsip daulat rakyat, MPR dapat diatribusikan dengan kewenangan subyektif superlatif dan kewajiban hukum untuk mengambil keputusan atau penetapan-penetapan yang bersifat pengaturan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.