JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dinilai berpotensi meninggalkan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) jika ketua umum mereka, Muhaimin Iskandar, tak dipilih jadi calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto.
Jika situasinya demikian, besar peluang PKB merapat ke koalisi lain, yakni PDI Perjuangan, yang mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres).
“PKB berpeluang hijrah koalisi, bukan ke Koalisi Perubahan karena tampaknya PKB tidak siap dengan konsekuensi risiko politiknya, melainkan besar kemungkinan PKB akan bergabung ke PDI-P,” kata Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam kepada Kompas.com, Jumat (18/8/2023).
Baca juga: Cerita Baju Boedi Oetomo Erick Thohir yang Viral karena Keisengan Menteri Basuki...
Bagaimanapun, kata Umam, PKB menjadi partai pertama yang menyepakati kerja sama koalisi dengan Partai Gerindra untuk mendukung Prabowo sebagai bakal capres Pemilu 2024.
Sejak awal berkoalisi, Cak Imin, demikian sapaan akrab Muhaimin, telah menyatakan keinginannya menjadi calon RI-2.
Upaya PKB untuk mencalonkan Muhaimin sebagai wakil presiden pendamping Prabowo juga sudah diikhtiarkan sedemikian sabar sesuai fatsun politik berkoalisi.
“Jika akhirnya gagal karena ditelikung oleh kawan seiring yang baru saja masuk dalam koalisi, maka yang terluka adalah harkat, martabat, harga diri, dan kedaulatan PKB,” ujar Umam.
Baca juga: Dicolek Menteri Basuki Saat Upacara, Erick Thohir: Pak Basuki Memang Jahil
Namun, Umam tak yakin Prabowo bakal memilih Muhaimin menjadi rekan duetnya pada pemilu mendatang.
Sebab, belakangan nama Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berembus kencang. Selain didukung oleh Partai Amanat Nasional (PAN), wacana pencalonan Erick sebagai wakil presiden juga kabarnya telah direstui Presiden Joko Widodo.
“Prabowo akan kesulitan untuk memilih antara Erick Thohir atau Gus Muhaimin,” ucap Umam.
Umam mengatakan, kehilangan PKB dalam koalisi berisiko mengorbankan basis dukungan suara Nahdliyin yang lekat dengan partai tersebut.
Jika Prabowo tidak mencalonkan Muhaimin sebagai RI-2, besar kemungkinan suara kalangan Nahdlatul Ulama (NU) akan terpencar dan tidak terkonsolidasi.
Sementara, Prabowo sendiri paham bahwa dirinya gagal di dua kali pemilu presiden karena tak mampu mengonsolidasikan basis suara Jawa Tengah dan Jawa Timur yang notabene memiliki basis santri Nahdliyin.
Seandainya Prabowo tetap ingin berduet dengan Erick Thohir, lanjut Umam, dirinya harus bernegosiasi langsung dengan Muhaimin dan PKB untuk menyepakti skema kompromi, kompensasi, atau “deal” lainnya.
“Jika tidak bisa melakukan negosiasi dan kompromi dengan PKB, maka potensi deadlock di KKIR berpeluang terjadi,” tutur dosen Universitas Paramadina itu.
Baca juga: PDI-P Pastikan Erick Thohir Tetap Kandidat Cawapres Ganjar
Sebagaimana diketahui, Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya dibentuk Gerindra dan PKB pada Agustus 2022 lalu. Kedua partai sepakat mengusung Prabowo Subianto sebagai calon RI-1.
Belakangan, rencana pencapresan Prabowo mendapat tambahan dukungan dari dua partai politik, Golkar dan PAN. Di luar itu, Prabowo juga mendapat dukungan dari partai politik non Parlemen yakni Partai Bulan Bintang (PBB) pimpinan Yusril Ihza Mahendra.
Sementara, rencana pencapresan Anies Baswedan didukung oleh Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS. Partai Ummat besutan Amien Rais juga mendukung mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
Sedangkan Ganjar Pranowo didukung oleh dua partai politik Parlemen yakni PDI Perjuangan dan PPP, serta dua parpol non Parlemen yaitu Partai Hanura dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.