Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkes Temukan Buku Panduan Bernuansa "Bullying" Calon Dokter Spesialis di RS

Kompas.com - 18/08/2023, 13:27 WIB
Fika Nurul Ulya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menemukan buku panduan yang dibuat dokter senior untuk para dokter dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di lingkungan rumah sakit vertikal Kemenkes.

Buku panduan tersebut bernuansa perundungan atau praktik bullying kepada calon dokter spesialis.

Selain buku panduan, Budi menemukan fakta beberapa calon dokter spesialis kerap mendapat kata-kata kasar.

"Kata-kata yang sangat kasar, ngomong mengenai binatang ke anak-anak. Binatang-binatang sudah rendah itu kelasnya, kata-kata yang sangat rasialis. Kemudian juga ada buku panduan yang harus diikuti," kata Budi dikutip dari konferensi pers pemberian sanksi kepada 3 rumah sakit, Jumat (18/8/2023).

Baca juga: Laporan Perundungan Dokter Disebut Bocor dan Pelapor Kena Sanksi, Kemenkes: Itu Hoaks

Budi mengungkapkan, buku panduan tersebut tidak ada hubungan sama sekali dengan materi pendidikan atau pembelajaran yang seharusnya diterima oleh calon dokter spesialis.

Calon dokter spesialis ini kerap dimanfaatkan untuk memenuhi keinginan para senior yang memakan dana hingga puluhan bahkan ratusan juta rupiah.

"Apalagi kalau di buku panduan itu mencantumkan harus beli ini, harus sewakan ini, sehingga keluar juga uang dan kita cek bisa puluhan juta per bulan atau ratusan juta per tahun. Ini bukan praktik-praktik yang baik dan ini terjadi di rumah milik Kemenkes," ucap Budi.

Kejadian-kejadian ini, kata Budi, tidak bisa dibiarkan. Banyaknya praktik bullying lantas membuatnya membuka kanal pengaduan melalui WhatsApp 081299799777 dan situs web https://perundungan.kemkes.go.id/.


Sejauh ini, Kemenkes telah memberikan sanksi berupa teguran tertulis kepada tiga rumah sakit, yaitu RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo di Jakarta, RS Hasan Sadikin di Bandung, dan Dirut RS Adam Malik di Medan.

"Jadi saya tidak mungkin bisa membiarkan rumah yang dimiliki oleh Kemenkes terjadi praktik-praktik yang tidak menunjukkan budaya bangsa Indonesia, budi pekerja yang luhur, penuh cacian rasialis, kata-kata yang memanggil juniornya memanggil nama hewan," kata Budi.

"Kemudian ada aturan di rumahnya Kemenkes yang mewajibkan bahwa seseorang itu sebagai peserta didik (melakukan hal yang) tidak ada hubungan dengan pendidikan sama sekali, malah harus mengeluarkan uang dan tertulis terdokumentasi. Itu enggak bagus," ucap Budi.

Baca juga: IDI Pastikan Tak Akan Lindungi Pelaku Bullying di Lingkungan Kedokteran

Menkes juga menemukan para dokter residen kerap dijadikan asisten atau pembantu pribadi dokter senior. Tugasnya jauh dari pendidikan calon dokter spesialis yang harusnya diterima.

Laporan lain yang ia terima, banyak dokter residen yang diminta membuatkan tugas para dokter senior, meliputi tugas menulis jurnal, membuat penelitian, dan lain-lain. Hal ini membuat para junior tidak mendapatkan hak yang semestinya untuk belajar.

Jenis perundungan lainnya bahkan melibatkan uang. Budi menerima beberapa laporan yang meminta dokter residen mengumpulkan uang bernilai puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Uang tersebut akan dipakai untuk keperluan senior yang bermacam-macam, misalnya, kata Budi, membayar rumah kontrakan untuk dokter senior berkumpul, dengan nilai mencapai Rp 50 juta per tahun.

Baca juga: IDI Sebut Bullying di Kalangan Dokter Bukan Tradisi

Ada pula yang meminta dokter residen membelikan makanan untuk para dokter senior.

"Praktik suka sampai malam, sama rumah sakit dikasih makan malam. Makan malamnya enggak enak, kita maunya makanan Jepang. Jadi tiap malam mesti keluarkan Rp 5-10 juta untuk seluruhnya ngasih makan-makanan Jepang," kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2023).

"Atau misalnya, seminggu sekali mau pertandingan bola, suruh sewain lapangannya. Kemudian sewain sepatunya. Junior mesti mengeluarkan uang mengumpulkan untuk itu," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com