JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, perundungan atau bullying di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) atau dokter residen sudah terjadi selama puluhan tahun dan mengakar kuat.
Budi Gunadi mengungkapkan, praktik ini menyebabkan kerugian mental, fisik, dan finansial.
"Kita menemukan bahwa praktik perundungan ini baik untuk dokter umum, internship, maupun pendidikan dokter spesialis, itu sudah terjadi puluhan tahun," kata Budi Gunadi dalam konferensi pers di Gedung Adhyatma Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2023).
Ia lantas membeberkan bahwa perundungan di lingkungan dokter biasanya digunakan dengan alasan pembentukan karakter dokter muda.
Baca juga: Mulai Hari Ini, Kemenkes Sediakan Hotline Laporan Perundungan untuk Calon Dokter Spesialis
Namun, Budi Gunadi tidak setuju pembentukan karakter harus diwarnai dengan kekerasan. Padahal, masih banyak cara lain yang lebih mendidik.
"Saya setuju, dokter-dokter itu harus dibentuk, tapi dibentuknya bukan hanya dengan kekerasan untuk bisa mencapai ketangguhan dari yang bersangkutan. Tapi harus dibentuk rasa empati, sayang kepada pasien, cara komunikasi, ini menurut saya penting," ujarnya.
Budi Gunadi kemudian menyinggung praktik kekerasan di salah satu rumah sakit vertikal Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan, Sumatera Utara.
Korban perundungan yang viral di rumah sakit itu adalah peserta pendidikan dokter atau calon dokter spesialis.
Menurutnya, korban mengalami stres karena bekerja berat yang melibatkan fisik dan mental.
"Dari situ kita tanya, kenapa? 'Karena kita berat sekali kerjanya'. Bukan karena berat secara fisik, tapi secara mental juga berat. Dari sana, kita mulai memanggil beberapa dokter spesialis di lingkungan rumah sakit vertikalnya Kemenkes," kata Budi Gunadi.
Lebih lanjut, Budi Gunadi mengungkapkan, praktik bullying ini kerap tidak diakui oleh pimpinan rumah sakit. Tetapi, ketika ditanya kepada dokter residen jawabannya berbeda.
Sebagian dari mereka kerap mendapat perlakuan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya dipelajari.
"Saya enggak tahu apakah ini denial. Tapi, kalau saya tanya ke bawah, selalu ada. Kalau kita tanya ke orang tua mahasiswa kedokteran di Ambon (misalnya), 'ya ampun, Pak, kenapa anak saya diginiin'," ujar Budi Gunadi.
"Jadi ada memang secara sistematis keengganan untuk mengaku bahwa perundungan ini atau bullying ini masih ada. Buat saya sebagai bankir, ini early warning. Kalau sampai di lingkungan tertentu orang sudah tidak berani ngomong karena takut, itu sudah tidak sehat," katanya lagi.
Baca juga: Menkes Bakal Sanksi Perundung Dokter Residen, Bisa Dibebaskan dari Jabatan
Oleh karena itu, menurutnya, Kemenkes ingin memutus praktek perundungan yang telah mengakar kuat dan berjalan puluhan tahun tersebut.
Sejauh ini, Kemenkes telah mengeluarkan Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 1512 Tahun 2023 terkait hal tersebut.
Kemenkes juga menyediakan sarana pelaporan atau hotline jika calon dokter spesialis atau dokter residen menerima perundungan dari dokter senior.
Tercatat, ada dua sarana pelaporan, yaitu melalui laman https://perundungan.kemkes.go.id/ dan melalui nomor telepon 081299799777. Data pelapor akan dijamin kerahasiaannya.
Baca juga: Mulai Hari Ini, Kemenkes Sediakan Hotline Laporan Perundungan untuk Calon Dokter Spesialis
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.