JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto berpandangan bahwa partainya tidak bisa langsung menerima usulan dari MPR dan DPD terkait penghapusan Pemilihan Presiden (Pilpres) langsung oleh rakyat.
Menurut Hasto, PDI-P hingga kini terus membangun komunikasi dengan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet terkait hal itu.
"Apa yang disampaikan oleh Pak Bamsoet, ya sebagai gagasan-gagasan, ya kita cermati. Perlu kajian-kajian yang mendalam. Dan kami ini kan intens berkomunikasi dengan Pak Bamsoet sehingga kami akan melakukan dialog-dialog," kata Hasto ditemui di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (17/8/2023).
Ditanya lebih jauh soal pernyataan Bamsoet pada Sidang Tahunan MPR, Rabu (16/7/2023), yang mengaitkan usulannya dengan Ketua Umum PDI-P sekaligus Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri, Hasto menjelaskan alasannya.
Baca juga: Jika MPR Jadi Lembaga Tertinggi, Surya Paloh: Konsekuensinya Pilpres Tak secara Langsung
Menurut Hasto, apa yang disampaikan Megawati justru menekankan pentingnya MPR sebagai lembaga tertinggi negara dengan kewenangan menetapkan suatu pola pembangunan semesta dan berencana atau suatu haluan negara.
"Ini yang disampaikan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri, bukan mengubah suatu sistem pemilu presiden," ujar Hasto.
Hasto mengatakan, terhadap perubahan sistem politik nasional yang sangat fundamental harus dilakukan secara cermat.
Terlebih, menurut Hasto, hal ini mengenai kedaulatan rakyat dalam pesta demokrasi Pemilu.
"Kalau dari PDI-P yang terpenting saat ini adalah bukan mengubah sistem Pemilu secara langsung menjadi dipilih oleh MPR, tetapi bagaimana pola pembangunan semesta berencana tersebut dapat ditetapkan dan menjadi bagian dari kewenangan MPR," kata Hasto.
Baca juga: Jawab Isu Penjegalannya Terkait Pilpres 2024, Anies: Saya Tidak Merasa Dijegal
Diberitakan sebelumnya, MPR dan DPD sama-sama mengusulkan supaya pemilihan presiden secara langsung tidak perlu lagi dilakukan.
Mereka juga mengusulkan supaya posisi MPR dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara.
Hal itu disampaikan oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dan Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti, dalam pidato di Sidang Tahunan 2023 di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
"Majelis yang semula merupakan lembaga tertinggi negara, berubah kedudukannya menjadi lembaga tinggi negara. Majelis tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga yang melaksanakan kedaulatan rakyat sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945," kata Bambang Soesatyo.
Baca juga: Terima Ajakan Jokowi Gabung Pemerintah Usai Kalah di Pilpres 2019, Prabowo: Tak Menyesal Sedikit Pun
Hal senada disampaikan Lanyalla Mahmud Mattalitti. Ia mengusulkan agar MPR menjadi lembaga tertinggi negara lagi dan berhak memilih serta melantik presiden.
Pasalnya, ia menyebut bahwa pemilu justru melahirkan politik kosmetik yang mahal.
"Mari kita hentikan kontestasi politik yang semata-mata ingin sukses meraih kekuasaan dengan cara liberal. Karena telah menjadikan kehidupan bangsa kita kehilangan kehormatan, etika, rasa dan jiwa nasionalisme serta patriotisme," kata Lanyalla.
"Pemilihan Presiden secara langsung yang kita adopsi begitu saja, telah terbukti melahirkan politik kosmetik yang mahal dan merusak kohesi bangsa. Karena batu uji yang kita jalankan dalam mencari pemimpin nasional adalah popularitas yang bisa difabrikasi," ujarnya lagi.
Baca juga: Singgung soal Pilpres 2024 di Sidang Tahunan MPR, Bamsoet: Siapa Pun yang Terpilih Wajib Kita Dukung
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.