JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) menggelar putusan kasasi yang diajukan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Ferdy Sambo.
Langkah ini merupakan upaya Sambo untuk lolos dari hukuman mati setelah terbukti menjadi otak di balik pembunuhan terhadap ajudannya sendiri, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Selain Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, Richard Eliezer, dan Kuat Ma'ruf juga mengajukan kasasi setelah dinilai turut serta melakukan pembunuhan tersebut.
“Iya, putusan,” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi, Selasa (8/8/2023).
Baca juga: Ibu Bripda IDF Minta Keadilan atas Kematian Anaknya, Tak Ingin Ada Kasus Sambo Kedua
Berdasarkan data yang diunggah di kepaniteraan.mahkamahagung.go.id, kasasi yang teregister dengan nomor 813 K/Pid/2023, 816 K/Pid/2023, 814 K/Pid/2023 dan 815 K/Pid/2023 sedang dalam proses.
Dalam mengadili perkara ini, MA menurunkan lima Hakim Agung yang dipimpin oleh Suhadi serta empat anggotanya, yaitu Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana.
Adapun Korban yang dikenal dengan sebutan Brigadir J ini tewas di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat, 8 Juli 2022 sore.
Ia tewas setelah Sambo memerintahkan ajudannya lainnya, Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E menembak Yosua.
Setelah itu, Jenderal bintang dua tersebut ikut melepaskan timah panas ke tubuh sang ajudan hingga tewas di rumah dinas tersebut.
Dalam proses persidangan, Sambo dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai, Sambo terbukti melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Baca juga: Anak Ferdy Sambo Lolos Akpol 2023, Polri: Masuk Sesuai Kapasitas
Khusus eks Kadiv Propam itu juga terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Brigadir J.
Sambo bersama anak buahnya, melakukan perusakan sejumlah bukti guna menguburkan peristiwa pembunuhan yang sebenarnya terjadi.
Tak terima divonis mati, mantan polisi dengan pangkat inspektur jenderal (Irjen) itu lantas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Bukan mendapat keringanan, PT DKI turut memperkuat putusan yang telah dijatuhkan oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan.