Rekayasa bahasa untuk korupsi semakin membahayakan ketika memasuki wilayah peraturan perundang-undangan. Bukankah peraturan merupakan dasar penyelenggaraan negara?
Tidak ada peraturan yang berlangsung di luar bahasa. Tentu ini bukan pekerjaan sembarangan yang bisa dilakukan oleh kalangan awam.
Penyusun peraturan perundang-undangan hanya para elite. Bisa dari kalangan eksekutif, legislatif, yudikatif, kaum cerdik pandai, pemodal, dan elite lain yang berkepentingan.
Mereka bisa bersekongkol untuk satu tujuan: rumusan peraturan perundang-undangan yang memberi peluang mereka menggarong kekayaan negara, sekaligus menyembunyikan kepentingan tersebut.
Negara disandera dan diperalat melalui rekayasa bahasa peraturan. Korupsi jenis ini mengejawantah dalam bentuk dekrit politik, peraturan perundang-undangan, kebijakan-kebijakan, kontrak karya, terutama di bidang-bidang gemuk seperti pertambangan, pertanian, kehutanan, kelautan, perbankan, perdagangan.
Karena membentuk hukum, tindakan jahat mereka tak bisa dijerat oleh penegak hukum. Itulah korupsi yang dilegalkan, kejahatan yang diabsahkan.
Barangkali kita perlu belajar dan meniru bahasa alam. Alam selalu mengajarkan keadilan. Alam juga mengajarkan keselarasan, keberimbangan.
Alam identik dengan kepastian, kepatuhan, keteraturan hukum. Kita menyebut hukum alam.
Alam juga identik dengan keterbukaan, keterangbenderangan, kelugasan. Korupsi niscaya sulit tumbuh dalam bahasa alam seperti itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.