Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andang Subaharianto
Dosen

Antropolog, dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Rektor UNTAG Banyuwangi, Sekjen PERTINASIA (Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia)

Korupsi, Rekayasa Bahasa, dan Bahasa Alam

Kompas.com - 03/08/2023, 08:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bisa memproduksi kekerasan verbal, misalnya, melalui kata-kata yang merendahkan, menghina, mengancam, atau menyudutkan.

Realitas buruk juga bisa disembunyikan dengan bahasa, dan dicitrakan baik melalui teknik eufemisme. Kata “pelacur” dianggap menampilkan realitas buruk, lalu disembunyikan dengan mengganti kata “pelacur” dengan kata “pekerja seks komersial (PSK)”.

Di zaman Orde Baru tak dikenal kata “korupsi”. Apa tak ada tindakan yang bermakna korupsi? Tentu saja ada, tapi dihaluskan dengan menyebutnya “penyalahgunaan wewenang”.

Kepentingan jahat dan niat busuk bisa dibungkus dengan bahasa yang santun dan indah. Itulah rekayasa bahasa. Kata dijauhkan dari maknanya, dengan cara dimanipulasi, dibelokkan, diganti dengan menunjuk realitas lain.

Itulah korupsi makna dengan tujuan tertentu, termasuk mengambil, mencuri, menggarong kekayaan negara, yang populer disebut korupsi.

Bahasanya populis, maknanya elitis

Sejak reformasi banyak kebijakan dirancang dengan kata-kata yang terkesan merakyat dan bermakna keadilan sosial.

Beragam program dikreasi dengan kata-kata populis seperti “hibah”, “bantuan”, “pemberdayaan”, “rehabilitasi”, “revitalisasi”, “percepatan”, “penguatan”, dan sebagainya.

Kata-kata populis itu menimbulkan kesan bahwa penyelenggara negara benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat demi keadilan sosial. Bekerja sesuai tuntutan reformasi.

Tapi, kenyataannya? Sudah banyak penyelenggara negara tersesat dan masuk bui gara-gara kata “hibah” dan kata-kata populis lainnya.

Menurut KBBI, hibah adalah pemberian (dengan sukarela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain. Ada unsur sukarela, meski diberi tanda kurung. Tak ada hukum timbal-balik bahwa pemberian tersebut mewajibkan imbalan.

Namun, dalam praktik kata “hibah” mengalami korupsi makna. Kata “hibah” digunakan untuk menandai program tertentu berupa pemberian sesuatu kepada rakyat oleh pemerintah dari sumber dana pemerintah. Niat pemerintah melalui program itu sukarela, tak mewajibkan imbalan.

Ternyata sebaliknya, banyak program hibah “mewajibkan imbalan” dari si penerima hibah. Mereka “dipaksa” rela menerima hibah yang nilainya tidak utuh, alias dipotong, dengan berbagai alasan.

Atau, dibuat penerima fiktif. Hasil dari pemotongan atau penerimaan dari penerima fiktif itu masuk kantong penyelenggara negara.

Ada pembelokan makna, korupsi makna, dengan sengaja. Kata dibuat menjauh dari realitas yang semestinya.

Program dengan kata-kata populis itu lalu menjauh dari makna populismenya. Bahasanya populis, tapi maknanya elitis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com