Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gaduh Kasus Kabasarnas, Penugasan TNI Aktif di Institusi Lain Patut Dikaji

Kompas.com - 30/07/2023, 15:21 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak pemerintah mengkaji kembali kebijakan penugasan prajurit aktif TNI di instansi atau kementerian/lembaga, berkaca dari polemik kasus dugaan suap yang menyeret Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas) Marsdya Henri Alfiandi.

Desakan itu disampaikan oleh Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf yang tergabung ke dalam Koalisi Masyarakat Sipil.

"Pemerintah wajib mengevaluasi keberadaan prajurit TNI aktif di berbagai instansi sipil, terutama pada instansi yang jelas bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU TNI," kata Al Araf dalam keterangannya seperti dikutip pada Minggu (30/7/2023).

Menurut Al Araf, penugasan prajurit aktif TNI di institusi atau kementerian/lembaga hanya akan menimbulkan polemik hukum ketika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh prajurit TNI aktif itu.

Baca juga: Panglima TNI ke Jajarannya: Peristiwa di Basarnas Perlu Dievaluasi agar Tidak Terjadi Lagi

"Seperti dugaan korupsi misalnya yang tidak bisa diusut secara cepat dan tuntas karena eksklusifisme hukum yang berlaku bagi prajurit TNI yang melakukan tindak pidana," ujar Al Araf.

Dia mengatakan, permintaan maaf dan pengakuan khilaf dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah Henri Alfianto dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dugaan suap dikhawatirkan menjadi celah yang digunakan keduanya mendapatkan impunitas atau kebal hukum.

"Permintaan maaf dan penyerahan proses hukum keduanya tersebut bisa menjadi jalan impunitas bagi keduanya," ucap Al Araf.

Menurut Al Araf, sistem peradilan militer sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer merupakan sistem hukum yang eksklusif bagi prajurit militer yang terlibat dalam tindak kejahatan.

Baca juga: Kasus Suap di Basarnas, Firli Bahuri Sebut TNI Dilibatkan Sejak Awal Proses Gelar Perkara

Dia mengatakan, sistem peradilan militer yang diterapkan saat ini seringkali menjadi sarana impunitas bagi prajurit yang melakukan tindak pidana.

"Padahal dalam pasal 65 ayat (2) UU TNI sendiri mengatakan bahwa, 'Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang'," ujar Al Araf.


Al Araf juga menilai langkah KPK mengumumkan Henri dan Afri sebagai tersangka sudah tepat, karena dilakukan sebagai tindak lanjut atas operasi tangkap tangan (OTT) sesuai ketentuan hukum yang berlaku, yaitu mentersangkakan pemberi suap dan penerima suap.

Dia menilai justru akan menjadi janggal jika KPK tidak menyatakan Henri dan Afri sebagai tersangka, padahal dalam perkara ini mereka berdua diduga sebagai penerima suap.

Baca juga: Firli Bahuri Tegaskan OTT hingga Penetapan Tersangka di Kasus Basarnas Sudah Sesuai Prosedur

"Mereka yang sudah menjadi tersangka tidak bisa mendalilkan penetapan tersangka terhadap mereka hanya bisa dilakukan oleh penyidik di institusi TNI karena dugaan korupsi ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan institusi TNI dan kepentingan militer," ucap Al Araf.

Selain itu, KPK dapat mengabaikan mekanisme peradilan militer dengan dasar asas lex specialist derogat lex generalis (UU yang khusus mengenyampingkan UU yang umum).

"Dengan demikian KPK harusnya mengusut kasus ini hingga tuntas dan tidak perlu meminta maaf. Permintaan maaf dan penyerahan perkara kedua prajurit tersebut kepada Puspom TNI hanya akan menghalangi pengungkapan kasus tersebut secara transparan dan akuntabel," ucap Al Araf.

Kasus itu terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Afri dan sejumlah pihak swasta pada 25 Juli 2023.

Baca juga: Kasus Basarnas, Anggota DPR Ungkit Korupsi Heli AW-101: Jangan Sampai Sipilnya Saja yang Dipidana

KPK juga sempat menyatakan mereka mengundang penyidik Puspom TNI dalam gelar perkara (ekspos) usai OTT.

Dalam ekspos itu disepakati penanganan Henri dan Afri diserahkan kepada Puspom TNI dan terdapat bukti yang cukup atas dugaan suap. Henri dan Afri diduga menerima suap sampai Rp 88,3 miliar dari sejumlah proyek pengadaan di Basarnas.

Akan tetapi, Puspom TNI menyatakan KPK melampaui prosedur karena Henri dan Afri adalah perwira aktif, dan yang bisa menetapkan status hukum keduanya adalah penyidik polisi militer.

KPK lantas meminta maaf dan menyatakan khilaf dengan menyatakan Henri dan Afri sebagai tersangka dan menyerahkan penanganan keduanya kepada Puspom TNI.

Baca juga: Polemik Penetapan Tersangka Kepala Basarnas, PKS: KPK Tak Perlu Minta Maaf, Merendahkan Diri Sendiri

Saat ini KPK menetapkan 3 pihak swasta sebagai tersangka dalam kasus itu. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.

Ketiganya saat ini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Jokowi Minta Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir di Sumbar Segera Dimulai

Jokowi Minta Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir di Sumbar Segera Dimulai

Nasional
JK Sampaikan Duka Cita Wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

JK Sampaikan Duka Cita Wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

Nasional
PKS: Kami Berharap Pak Anies Akan Dukung Kader PKS Sebagai Cagub DKJ

PKS: Kami Berharap Pak Anies Akan Dukung Kader PKS Sebagai Cagub DKJ

Nasional
Pilih Bungkam Usai Rapat dengan Komisi X DPR soal UKT, Nadiem: Mohon Maaf

Pilih Bungkam Usai Rapat dengan Komisi X DPR soal UKT, Nadiem: Mohon Maaf

Nasional
Anggota DPR Cecar Nadiem soal Pejabat Kemendikbud Sebut Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier

Anggota DPR Cecar Nadiem soal Pejabat Kemendikbud Sebut Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier

Nasional
Jokowi Disebut Berpotensi Masuk Partai Lain Usai Bobby Gabung Gerindra

Jokowi Disebut Berpotensi Masuk Partai Lain Usai Bobby Gabung Gerindra

Nasional
Jokowi Minta Pembangunan Jalan-Jembatan Darurat di Daerah Terdampak Banjir Sumbar Segera Tuntas

Jokowi Minta Pembangunan Jalan-Jembatan Darurat di Daerah Terdampak Banjir Sumbar Segera Tuntas

Nasional
Kompolnas Yakin Polisi Bakal Bekuk 3 Buronan Pembunuhan “Vina Cirebon”

Kompolnas Yakin Polisi Bakal Bekuk 3 Buronan Pembunuhan “Vina Cirebon”

Nasional
Menkes Sebut Efek Samping Vaksin AstraZeneca Terjadi di Wilayah Jarang Kena Sinar Matahari

Menkes Sebut Efek Samping Vaksin AstraZeneca Terjadi di Wilayah Jarang Kena Sinar Matahari

Nasional
PKS Terbuka Usung Anies dalam Pilkada Jakarta 2024

PKS Terbuka Usung Anies dalam Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Singgung Sejumlah PTN Terkait UKT, Kemendikbud: Justru UKT Rendah Tetap Mendominasi

Singgung Sejumlah PTN Terkait UKT, Kemendikbud: Justru UKT Rendah Tetap Mendominasi

Nasional
Dewas KPK Belum Diperiksa Bareskrim Terkait Laporan Nurul Ghufron

Dewas KPK Belum Diperiksa Bareskrim Terkait Laporan Nurul Ghufron

Nasional
Jokowi Berharap Meninggalnya Presiden Iran Tak Pengaruhi Harga Minyak Dunia

Jokowi Berharap Meninggalnya Presiden Iran Tak Pengaruhi Harga Minyak Dunia

Nasional
Fakta soal Istana Merdeka, Tempat Soeharto Nyatakan Berhenti dari Jabatannya 26 Tahun Lalu

Fakta soal Istana Merdeka, Tempat Soeharto Nyatakan Berhenti dari Jabatannya 26 Tahun Lalu

Nasional
Bobby Nasution Gabung Gerindra, Politikus PDI-P: Kita Sudah Lupa soal Dia

Bobby Nasution Gabung Gerindra, Politikus PDI-P: Kita Sudah Lupa soal Dia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com