Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Penetapan Tersangka Kepala Basarnas, PKS: KPK Tak Perlu Minta Maaf, Merendahkan Diri Sendiri

Kompas.com - 29/07/2023, 06:01 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebenarnya tidak perlu meminta maaf usai menetapkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaan suap.

Nasir menyebut KPK hanya merendahkan dirinya sendiri jika meminta maaf dan mengaku khilaf. Terlebih, lembaga antirasuah itu memiliki Undang-Undang (UU)-nya sendiri dalam memberantas korupsi di Indonesia.

"Koordinasi antara KPK dengan TNI sudah sebelum OTT. Lalu, di mana salahnya KPK? Menurut saya, enggak perlu juga minta maaf. Karena ini juga akan membuat posisi KPK itu, istilahnya itu seperti merendahkan diri sendiri," ujar Nasir saat dihubungi, Jumat (28/7/2023) malam.

"Jadi, sebenarnya enggak perlu minta maaf. KPK tidak perlu minta maaf. Karena kan KPK itu keberadaannya diatur undang-undang yang khusus," katanya lagi.

Baca juga: IM57+ Minta Pimpinan KPK Tanggung Jawab Atas Polemik Penetapan Tersangka Kepala Basarnas

Menurut Nasir, karena KPK dan TNI memiliki UU-nya masing-masing maka seharusnya tinggal berkoordinasi saja.

Nasir menegaskan bahwa KPK memang membidik para penyelenggara negara yang melakukan korupsi.

"TNI kan penyelenggara itu. DPR penyelenggara negara. Cuma TNI punya undang-undang tersendiri. KPK juga punya undang-undang sendiri. Jadi, menurut saya, enggak ada yang perlu yang diminta maafkan soal ini. Apalagi, terdengar kabar bahwa sebelumnya sudah ada komunikasi antara kedua belah pihak dari itu," ujar Nasir.

Menurutnya, KPK sudah on the track ketika menetapkan Kepala Basarnas sebagai tersangka hingga melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap prajurit TNI aktif.

Baca juga: KPK Mengaku Khilaf Tangkap Prajurit TNI yang Diduga Terima Suap

Sebaliknya, Nasir khawatir kredibilitas KPK jadi hancur di mata publik jika meminta maaf dan mengaku khilaf.

"Berarti publik menilai, 'wah ini KPK asal-asalan (kerjanya)'," katanya.

Sementara itu, terkait pimpinan KPK yang seolah menyalahkan para penyelidiknya sendiri, Nasir menegaskan bahwa pimpinan pasti tahu apa yang akan para bawahannya lakukan.

Ia menekankan bahwa KPK tidak bisa disebut khilaf ketika menangkap dan menetapkan seseorang sebagai tersangka.

"Jadi enggak tepat juga kalau kemudian disebut khilaf. Jadi lucu gitu. Orang tertawa ketika mendengar atau membaca pernyataan itu kalau disebut khilaf. Jadi pertanyaannya yang lain-lain itu khilaf atau tidak? OTT-OTT selama ini khilaf atau tidak? Karena berhadapan dengan TNI dia bilang khilaf, yang lain tidak khilaf," ujar Nasir.

Baca juga: Anggota DPR Ingatkan KPK Bekerja Sesuai Prosedur, Buntut Tetapkan Kepala Basarnas Tersangka

KPK minta maaf

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya meminta maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono karena telah menangkap tangan dan menetapkan tersangka pejabat Basarnas dari lingkup militer.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, pihaknya memahami semestinya penanganan dugaan korupsi Henri Alfiandi dan anak buahnya ditangani oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com