Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prevalensi Perokok Meningkat, Pemerintah Diminta Atur Ketat Produk Tembakau

Kompas.com - 25/07/2023, 18:48 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) meminta pemerintah mengatur ketat produk tembakau dan turunannya.

Sebab, menurut dia, produk tembakau belum diatur secara ketat seperti produk minuman beralkohol. Padahal, dua-duanya merupakan zat adiktif yang berdampak pada kesehatan dan lingkungan sosial.

"Pemerintah meninjau ulang dan melakukan pengendalian yang ketat dan komprehensif terhadap produk zat adiktif minuman beralkohol dan produk tembakau," kata Peneliti PBHI Fazal Akmal Musyarri dalam diskusi secara daring, Selasa (25/7/2023).

Fazal mengatakan, pengaturan yang ketat terhadap produk tembakau diperlukan mengingat angka prevalensi perokok anak di Indonesia kian meningkat.

Baca juga: UU Kesehatan Terbaru Atur Produk Tembakau Termasuk Zat Adiktif

Mengacu pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, jumlah perokok anak usia 10-14 tahun meningkat sebesar 0,7 persen dari 1,4 persen di tahun 2013 menjadi 2,1 persen pada tahun 2018.

Sementara, perokok berusia 15-19 tahun meningkat 1,4 persen dari 18,3 persen pada tahun 2013 menjadi 19,6 persen di tahun 2018. Kemudian, data GYTS tahun 2019, usia remaja pertama kali tertinggi berada pada usia 15-19 tahun yakni sebesar 52,1 persen.

Selanjutnya, diikuti oleh remaja berusia 10-14 tahun yaitu 23,1 persen. Artinya, anak sudah mulai merokok pada usia SD dan SMP.

Ia menilai, pengaturan ketat produk tembakau akan menurunkan prevalensi perokok anak tersebut, sama ketika pengaturan ketat diterapkan pada produksi hingga distribusi minuman beralkohol.

Baca juga: Lebih Sehat Mana, Vape atau Rokok Tembakau?

"Kalau perokok terus meningkat, ternyata konsumsi minol jumlahnya sangat rendah dan cukup stagnan. Angka berdasarkan Riskesdas tahun 2018, yaitu 3 persen dan angka 3 persen itu juga didominasi oleh konsumsi minol beralkohol tradisional," bebernya.

Menurut dia, pengaturan ketat ini harus diterapkan pada semua segi, yaitu pengaturan izin produksi, ketentuan promosi, ketentuan pencantuman label peringatan, pengaturan peredaran, pengaturan pembatasan peredaran, serta pengaturan minol dan produk tembakau tradisional.

Pengendaliannya pun dilakukan dengan sinergi antar kementerian/lembaga agar lebih komprehensif.

"Khususnya mendorong peran Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian dengan menerbitkan peraturan teknis terkait izin produksi, promosi, peredaran dan distribusi Produk Tembakau," papar dia.

Tak hanya itu, PBHI juga meminta pemerintah membatalkan rencana penerbitan Rancangan Peta Jalan Pengelolaan Produk Hasil Tembakau.

Sebab, menurut dia, rancangan ini mengedepankan aspek ekonomis tanpa memperhatikan pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat.

Lalu, mendorong DPR RI menginisiasi pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengendalian Produk Tembakau, seperti halnya RUU Larangan Minol yang telah masuk dalam program legislasi nasional.

"Dan aparat penegak hukum lebih tegas lagi memperlakukan dua produk ini, terutama untuk produk-produk yang sifatnya ilegal," ungkap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Nasional
Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas 'Montblanc' Isi Uang Tunai dan Sepeda 'Yeti'

Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas "Montblanc" Isi Uang Tunai dan Sepeda "Yeti"

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Nasional
Tiga Menteri Koordinasi untuk Tindak Gim Daring Mengandung Kekerasan

Tiga Menteri Koordinasi untuk Tindak Gim Daring Mengandung Kekerasan

Nasional
Gugat KPK, Indra Iskandar Persoalkan Status Tersangka Korupsi Pengadaan Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Gugat KPK, Indra Iskandar Persoalkan Status Tersangka Korupsi Pengadaan Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Nasional
Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Nasional
Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Nasional
Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Nasional
Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Saat Anies 'Dipalak' Bocil yang Minta Lapangan Bola di Muara Baru...

Saat Anies "Dipalak" Bocil yang Minta Lapangan Bola di Muara Baru...

Nasional
Anies Kini Blak-blakan Serius Maju Pilkada Jakarta, Siapa Mau Dukung?

Anies Kini Blak-blakan Serius Maju Pilkada Jakarta, Siapa Mau Dukung?

Nasional
Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Nasional
Kepada Warga Jakarta, Anies: Rindu Saya, Enggak? Saya Juga Kangen, Pengin Balik ke Sini...

Kepada Warga Jakarta, Anies: Rindu Saya, Enggak? Saya Juga Kangen, Pengin Balik ke Sini...

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com