JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong pemerintah daerah (pemda) segera mengoptimalkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sekretaris Jenderal Kemendagri, Suhajar Diantoro, menyebut bahwa rata-rata realisasi pendapatan dan belanja pemda di seluruh wilayah Indonesia belum mencapai target.
Dari sisi pendapatan, realisasi pendapatan tingkat kabupaten/kota baru mencapai 43,21 persen per 21 Juli 2023.
“Harusnya di bulan Mei sudah 50 persen dan bulan Juni akhir harusnya minimal sudah 58 persen, berarti Juli harusnya di atas 60 persen, jadi ada kekurangan,” kata Suhajar dilansir keterangan resmi Kemendagri, Selasa (25/7/2023).
Baca juga: Soal Kepastian Hukum Anak Lahir dari Pernikahan Beda Agama, Kemendagri Beri Penjelasan
Suhajar meminta kepala daerah, sekretaris daerah (sekda) selaku ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), hingga tim intensifikasi pendapatan daerah memantau realisasi pendapatan.
Apalagi berdasarkan data yang dihimpun pihak Kemendagri, masih banyak daerah yang mengalami defisit APBD.
Suhajar tak menutup kemungkinan bahwa rendahnya realisasi tersebut justru disebabkan oleh target yang ditetapkan terlampau tinggi.
“Sudah melampaui pertengahan Juli tapi realisasi baru 43 persen, apakah ini suatu gejala biasa atau memang target kita yang terlalu tinggi,” ujarnya.
Baca juga: Bantah Data Dukcapil Bocor, Kemendagri Tetap Teruskan Audit Investigasi
Ia mengingatkan agar pemda tidak terbebani oleh program atau proyek yang sudah berjalan, namun diketahui pada akhir tahun bahwa dananya tidak ada.
Sementara itu, dari sisi belanja, realisasi belanja di tingkat kabupaten/kota baru mencapai 35,41 persen. Padahal pemerintah menargetkan realisasi belanja per Juli sudah mencapai 60 persen.
Menurut analisis Kemendagri, masih banyak anggaran yang tertunda untuk dibelanjakan, dengan nilai kurang lebih Rp 250 triliun.
Suhajar khawatir, seretnya realisasi belanja ini berpengaruh terhadap perputaran roda ekonomi di akar rumput. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya realisasi APBD tepat waktu.
Baca juga: Kemendagri: Tak Ditemukan Jejak Kebocoran Data SIAK Dukcapil
“Nah ini di mana tertundanya penyaluran dan penyerapannya? Misalnya kalau kita tertunda membayar upah tukang, berarti buruh terlambat menerima uang, kalau buruh terlambat menerima uang, maka uang jajan anaknya mau sekolah tidak dikasihnya," tuturnya.
"Jadi ini mohon (diperhatikan), dampaknya luar biasa,” kata Suhajar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.