Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usut Dugaan Pungli di Rutan Sendiri, KPK Sudah Minta Keterangan 70 Orang

Kompas.com - 25/07/2023, 10:17 WIB
Syakirun Ni'am,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta keterangan dari 70 orang terperiksa guna mengusut dugaan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (Rutan).

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, kasus itu sampai saat ini masih dalam tahap penyelidikan.

“Saat ini kami telah melakukan penyelidikan dan telah memeriksa sekitar 70 orang,” kata Asep kepada wartawan, Selasa (25/7/2023).

Menurut dia, pungli itu dilakukan lebih dari satu orang dan berlangsung dalam kurun waktu akhir 2021 hingga 2023.

Baca juga: Pungli di Rutan KPK Disetor Bulanan, Nominal Sampai Puluhan Juta

Asep menuturkan, pihaknya masih terus menggali informasi mengenai praktik pungli di rutan KPK.

Pihaknya tidak ingin hanya mengacu pada temuan Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Sebab, temuan Dewas hanya menjadi pintu masuk dalam menguak kasus di lembaga sendiri.

“Kami menduga mungkin kita bisa mengembangkan lebih jauh lagi,” ujar Asep.

Direktur Penyidikan itu menegaskan KPK ingin melakukan kegiatan bersih-bersih internal secara total.

Menurut dia, momentum ini menjadi kesempatan untuk menghilangkan praktik pungli tersebut.

Baca juga: Ada Pungli di Rutan KPK, Wapres: Jangan Sampai Berantas Korupsi tapi di Dalam Juga Terjadi

Selain itu, KPK juga mengulik apakah praktik pungli ini hanya terjadi di rutan lembaga antirasuah atau rutan-rutan lain tempat penahanan tersangka korupsi dititipkan.

“Jadi rekan-rekan mohon bersabar jadi ini berproses dan mohon juga dukungannya,” tutur Asep.

Sebelumnya, KPK tengah disorot karena dugaan pungli di rutan dengan nilai mencapai Rp 4 miliar per Desember 2021 hingga Maret 2023.

Transaksi panas itu diduga terkait penyelundupan uang dan alat komunikasi untuk tahanan kasus korupsi dan terindikasi suap, gratifikasi, serta pemerasan.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, pihaknya belum memastikan apakah dalam pungli itu terjadi peristiwa suap, gratifikasi, atau pemerasan.

Menurut dia, pungli itu berkaitan dengan sejumlah fasilitas lebih yang diberikan kepada para tahanan yang membayar.

Di antaranya adalah akses ke handphone, makanan dari keluarga hingga bebas dari tugas membersihkan toilet.

"Jadi biasanya, yang membayar itu tidak diperintahkan untuk melakukan kerja-kerja, misalnya membersihkan kloset dan lain sebagainya,” kata Ghufron saat ditemui awak media di Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/7/2023).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Nasional
Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Nasional
Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

Nasional
Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

Nasional
Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

Nasional
Masyarakat Sipil Minta DPR Batalkan Pembahasan Revisi UU TNI karena Bahayakan Demokrasi

Masyarakat Sipil Minta DPR Batalkan Pembahasan Revisi UU TNI karena Bahayakan Demokrasi

Nasional
Aksi Cepat Tanggap Kementerian KP Bantu Korban Banjir Bandang dan Longsor di Sumbar

Aksi Cepat Tanggap Kementerian KP Bantu Korban Banjir Bandang dan Longsor di Sumbar

Nasional
Bertemu PBB di Bali, Jokowi Tegaskan Akar Konflik Palestina-Israel Harus Diselesaikan

Bertemu PBB di Bali, Jokowi Tegaskan Akar Konflik Palestina-Israel Harus Diselesaikan

Nasional
Lemhannas: Transisi Kepemimpinan Jokowi ke Prabowo Relatif Mulus, Tak Akan Ada Gejolak

Lemhannas: Transisi Kepemimpinan Jokowi ke Prabowo Relatif Mulus, Tak Akan Ada Gejolak

Nasional
Jokowi Sampaikan Dukacita atas Meninggalnya Presiden Iran

Jokowi Sampaikan Dukacita atas Meninggalnya Presiden Iran

Nasional
Laporkan Dewas KPK yang Berusia Lanjut ke Bareskrim, Nurul Ghufron Tak Khawatir Dicap Negatif

Laporkan Dewas KPK yang Berusia Lanjut ke Bareskrim, Nurul Ghufron Tak Khawatir Dicap Negatif

Nasional
Bertemu Presiden Fiji di Bali, Jokowi Ajak Jaga Perdamaian di Kawasan Pasifik

Bertemu Presiden Fiji di Bali, Jokowi Ajak Jaga Perdamaian di Kawasan Pasifik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com