Ketika di bandar udara Cengkareng itu, juga ada seorang laki-laki tua kecil dengan pakaian kumuh berjalan mengikuti Gus Dur. Nampak orang itu tidak percaya bisa jumpa Gus Dur langsung.
“Dengan menengok pada saya dia mengatakan dengan suara lantang dan emosional. ‘Ini untuk pertama kalinya saya bertemu Gus Dur. Dia menyentuh Gus Dur dengan mata membelalak dan berteriak, ‘Dewa, dia dewa bagi saya’. Ternyata orang laki tua ini juga Nasrani.”
Begitulah kesaksian Andree berjalan dengan Gus Dur. Lima tahun kemudian ketika dalam perjalanan dari Tomohon, Gus Dur menceritakan kembali tulisan Andree itu kepada saya di Manado.
Dalam tulisan berjudul “GUS DUR: MEGA ATAU SAYA, SAMA SAJA…..”, Andree Feillard juga berkisah rencana perjalanan kereta api dari Paris ke Belanda pada September 1999, satu bulan sebelum Gus Dur dilantik jadi presiden.
Saat itu, di media massa belum ada yang memprediksi Gus Dur akan jadi presiden. Ternyata Gus dan Andree di stasiun Paris ketinggalan kereta api yang ke Belanda. Saat itu Gus berkata: “Ini kesempatan untuk jalan-jalan di Paris sebelum menjadi presiden.”
Sebelum menulis artikel ringan ini, saya kontak beberapa orang, antara lain mantan wartawan Kompas yang tinggal di Manado, Rizal Layuck, dan aktivis gerakan reformasi 1998 di Yogyakarta, asal Kuwil (Manado), Fendry Ponomban.
Saya kontak juga dengan beberapa orang yang tinggal atau pernah lama tinggal atau menuntut ilmu di Tomohon, seperti Yessy Momongan, Vierna A Pijoh dan Fancy Ransun. Mereka punya catatan sendiri tentang Gus Dur di Tomohon.
“Kehadiran Gus Dur adalah berkat bagi Tomohon dan Nusantara,” ujar mereka.
Rizal Layuck, ketika Gus Dur dilantik jadi presiden, menulis bahwa Gus Dur adalah dewa penyelamat bagi para petani cengkeh Sulawesi Utara.
Tahun 1970-an sampai akhir 1980-an, masyarakat Sulawesi Utara (Sulut) menikmati kesejahteraan ekonomi karena harga cengkeh yang terus melambung.
Namun setelah pertanian dan perdagangan cengkeh asal Sulut diporakporandakan oleh para pimpinan rezim orde baru dan anak-anak serta pacar-pacar mereka, cengkeh tidak lagi menjadi andalan ekonomi di provinsi ujung utara Sulawesi ini.
“Ketika Gus Dur jadi presiden, harga cengkeh melambung tinggi, pertanian cengkeh hidup lagi hingga kini, ekonomi Sulut terus membaik,” ujar Rizal di Manado, 23 Juli 2023.
Gus Yahya Staquf yang kini jadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), sampai kini terus aktif kampanye tentang Islam Nusatara ke seluruh dunia.
Hari Sabtu, 22 Juli 2023, ketika saya tanya tentang peristiwa pembacaan dekrit Presiden Gus Dur pada Senin pukul 01.05 WIB di Istana Merdeka, Jakarta, Gus Yahya bertanya pada saya, “Apa sekarang mau ada dekrit lagi?”.
Saya jawab dengan becanda,“Mungkin akan ada dekrit presiden mendukung promosi pesta bunga Tomohon.”
Tapi, tentu pesta bunga gaya Tomohon, gaya Sulut, gaya Nusantara. Bukan gaya Pasadena, juga buka gaya “Floriade’ Belanda.
Sebelum jadi Ketua Umum PBNU, di rumah kontrakannya di wilayah Tebet, Jakarta Timur, Selasa, 13 Desember 2021, Gus Yahya mengatakan, dirinya akan menciptakan suasana di NU agar para pimpinan NU tidak “tuman” (bahasa Jawa, kemaruk) untuk berusaha jadi presiden.
Setelah Gus Dur, jangan sampai ada budaya “tuman” menggapai kursi presiden. Ini katanya menjawab pertanyaan saya.
Semoga dunia menerima Islam Nusantara dan harum bunga Tomohon (Nusantara). Jangan sampai dunia mencemooh Nusantara yang korup atau kemaruk pada kursi kepresidenan, kursi menteri, komisaris dan seterusnya. Ada amin saudara-saudara?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.