Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal TPPO, Kemenlu: Jika Kerja ke Luar Negeri Tanpa Tanda Tangan Kontrak Dulu, Patut Dicurigai

Kompas.com - 21/07/2023, 22:16 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Judha Nugraha meminta masyarakat mencurigai perekrutan kerja ke luar negeri tanpa tanda tangan kontrak sejak di Indonesia.

Pasalnya, tanda tangan kontrak untuk penempatan pekerja migran di luar negeri harus dilakukan sejak di Indonesia. Tanda tangan kontrak di dalam negeri menjadi salah satu tanda bahwa perekrutan pekerja migran sudah sesuai prosedur.

Judha mengatakan, ikut perekrutan tenaga kerja tanpa prosedur (unprosedural) berpotensi menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang belakangan marak terjadi di Asia Tenggara.

"Jadi sesuai prosedur, tanda tangan kontrak itu harus di Indonesia sebelum berangkat. Kalau dia berangkat tanpa tanda tangan kontrak, bisa dicurigai," kata Judha dalam diskusi secara daring, Jumat (21/7/2023).

Baca juga: Kemenlu Temukan Ada WNI yang Mengaku Korban TPPO demi Pulang Gratis ke Indonesia

Judha menyebut bahwa tanda tangan kontrak di dalam negeri membuat posisi pekerja dan pemberi kerja menjadi lebih seimbang.

Sebab, saat tiba di negara tujuan, posisi pekerja bisa lebih lemah dibanding pemberi kerja. Melalui tanda tangan kontrak, pekerja bisa mengetahui hak dan kewajiban yang akan diterima dan dijalani.

"Karena kalau kita sudah di negara tujuan, posisi kita lemah enggak bisa apa-apa. Karena mau pulang kita enggak punya uang, jadi terpaksa di sana," ujarnya.

Lebih lanjut, Judha meminta masyarakat juga saling mengingatkan jika ada kerabat dan keluarganya yang akan bekerja di luar negeri.

Masyarakat bisa bertanya dan memberitahu perihal tanda tangan kontrak dan visa yang didaftarkan pada kolega yang akan bekerja di negeri orang.

Baca juga: Marak Kasus Online Scam, Kemenlu Tangani 2.438 Korban Selama 3 Tahun Terakhir

 

Ia mengatakan, visa yang dipakai adalah visa kerja, bukan visa kunjungan atau visa wisata.

"Ada visa kerjanya enggak? Perusahaannya bisa dicek enggak? Nah ketika itu tidak ada, imbau. Lakukan langkah pencegahan proaktif, (imbau agar) jangan berangkat. At least dalam kapasitas kita, kita bisa sampaikan ada potensi nanti jadi korban TPPO di luar," kata Judha.

Judha lantas mengungkapkan, pihaknya sempat menangani salah satu korban TPPO dengan modus online scam yang tidak melakukan tanda tangan kontrak di Indonesia sebelum bekerja ke Dubai.

Perempuan bernama Mawar (nama samaran) ini ternyata dipekerjakan di Myawaddy, sebuah wilayah konflik bersenjata antara militer dan pemberontak di Myanmar.

Saat bekerja di sebuah perusahaan online scam di sana, Mawar bahkan dipaksa menandatangani kontrak kerja berbahasa Mandarin yang tidak dimengerti isinya.

"Kalau yang aku tanda tangan, janjinya aku dikontrak enam bulan, ternyata di situ satu tahun. Kalau tidak menjalankan, bayar denda sebesar 4.500 dollar AS. Kalau setengah tahun, bayar denda dollar AS. Kalau mencapai satu tahun iming-imingnya dikasih iPhone 14 Pro Max sama pesangon 800 dollar AS," ujar Mawar.

"Tapi yang aku dengar terakhir beritanya saat ini, tanda tangan kontraknya kalau tidak mencapai target itu ginjalnya diambil satu," katanya lagi.

Baca juga: Jumlah Tersangka TPPO Terus Bertambah, Polri Sebut Modus yang Dipakai Beragam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com