JAKARTA, KOMPAS.com – Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jammpidum) Kejaksaan Agung Fadil Zumhana mengatakan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ) merupakan kebutuhan hukum bagi masyarakat.
Adapun restorative justice memiliki makna keadilan yang merestorasi, restorasi yang dimaksud meliputi pemulihan hubungan antara pihak korban dan pelaku.
“Penerapan keadilan restoratif adalah sebuah kebutuhan hukum masyarakat secara global,” ucap Fadil dalam keterangan tertulis, Jumat (21/7/2023).
Fadil mengatakan, dalam proses penegakan hukum terdapat asas-asas hukum yang berlaku dan diakui secara universal yang salah satunya adalah asas dominus litis. Asas itu menempatkan jaksa sebagai satu-satunya pihak yang mengendalikan dan mengarahkan perkara.
Baca juga: Arti Restorative Justice dan Syaratnya
Oleh karena itu, menurut dia, jaksa memiliki kewenangan hukum dan berperan penting dalam mewujudkan keadilan restoratif.
Sebab, hakim tidak memiliki kewenangan untuk menolak perkara. Kemudian, penyidik Kepolisian tidak memiliki diskresi dalam menghentikan penyidikan kecuali karena alasan yang memang diatur menurut Kitab Hukum Acara Pidana.
"Kewenangan ini menempatkan jaksa sebagai penjaga gerbang hukum yang menentukan apakah suatu perkara layak atau tidak layak untuk disidangkan, ketika suatu perkara dihentikan penuntutannya atau dilanjutkan ke pengadilan diharapkan memiliki dampak yang dapat menghadirkan keadilan secara lebih tepat yaitu memberikan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan kepada seluruh pihak,” ucap dia.
Baca juga: KPAI: Tak Ada Restorative Justice untuk Kejahatan Seksual pada Anak
Adapun penerapan keadilan restoratif telah dilakukan institusi Kejaksaan melalui Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Sejak kebijakan itu diterapkan pada 22 Juli 2020 hingga 11 Juli 2023, sudah ada 3.121 perkara telah dihentikan penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Lebih lanjut, Fadil menyebut Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 itu menjadi jalan untuk mengisi kekosongan perihal beleid pennyelesaian hukum dengan pendekatan restoratif.
“Peraturan Kejaksaan tentang keadilan restoratif lahir untuk memecahkan kebuntuan atau kekosongan hukum materil dan hukum formil yang belum mengatur penyelesaian perkara menggunakan pendekatan keadilan restorative,” katanya.
Baca juga: Kemenkumham Latih Kades dan Lurah Jadi Mediator Terkait Restorative Justice
Dia lalu menjelaskan konsep keadilan restoratif mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Aturan ini peruntukannya hanya untuk pelaku anak.
Sedangkan, Peraturan Kejaksaan tentang Keadilan Restoratif peruntukannya untuk pelaku dewasa.
Fadil mengatakan kedua peraturan tersebut menjadi rujukan penerapan keadilan restoratif sebagai pendekatan modern dalam penyelesaian perkara tindak pidana.
Adanya aturan soal keadilan restoratif, kata Fadil, juga dapat menjangkau seluruh lapisan usia dan secara nyata telah menjadikan hukum untuk manusia.
Dia pun memastikan, Kejaksaan akan menghadirkan keadilan hukum yang membawa manfaat dan sekaligus kepastian hukum untuk semua pihak dengan dilandasi hati nurani.
“Kehadiran Peraturan Kejaksaan ini diharapkan dapat lebih menggugah hati nurani para jaksa sebagai pengendali perkara pidana dalam melihat realitas hukum jika masih banyaknya masyarakat kecil dan kurang mampu yang kesulitan mendapatkan akses keadilan hukum,” ungkap dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.