Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budiman Sudjatmiko dan Kisah di Balik Vonis 13 Tahun Penjara...

Kompas.com - 21/07/2023, 05:15 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketakutan bergelayut di benak Budiman Sudjatmiko. Saat itu, 11 Agustus 1996 malam, Budiman dan kawan-kawannya dibawa sejumlah orang tak dikenal yang tak berseragam dari sebuah rumah di Bekasi, Jawa Barat.

Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD) tersebut tidak tahu akan dibawa ke mana. Matanya ditutup kain hitam dan tangannya diborgol. Ia dipaksa bertelanjang dada sambil ditodong pistol.

Batin Budiman, saat itu bisa saja menjadi malam terakhirnya hidup.

"Kami pikir, wah kalau ini ujungnya ke tepi pantai atau sebuah tempat yang enggak ada saksi, bisa saja itu malam terakhir kami dalam hidup," tutur Budiman dalam wawancara yang ditayangkan akun YouTube Harian Kompas.

Baca juga: Sosok Budiman Sudjatmiko, Aktivis Reformasi dan Politikus PDI-P yang Puja-puji Prabowo

Budiman dan sejumlah aktivis PRD lainnya ditangkap karena dituduh menjadi dalang kerusuhan di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, 27 Juli 1996.

Kerusuhan yang belakangan disebut sebagai atau yang kini dikenal sebagai peristiwa Kudatuli itu dipicu oleh dualisme kepemimpinan di tubuh PDI, menghadapkan kubu pendukung Megawati Soekarnoputri dengan massa pendukung Soerjadi.

Menurut Budiman, kubu Soerjadi yang kala itu tak mengakui PDI kepemimpinan Megawati mendapat bekingan rezim Orde Baru. Mereka menyerbu kantor DPP PDI yang dikuasai oleh kubu Megawati.

Akibatnya, bentrok antara massa pendukung Megawati dan Soerjadi tak terhindarkan. Terjadi aksi lempar batu hingga pembakaran gedung dan alat transportasi yang meluas di kawasan sekitar Menteng.

"Rakyat yang tahu peristiwa itu (penyerbuan kantor PDI) marah, marahnya itu kemudian membeludak membakar Jakarta, bukan rasisme waktu itu, di situlah kami dituduh mendalangi itu," kata Budiman.

Kerusuhan 27 Juli 1996 di Jakarta.KOMPAS/JULIAN SIHOMBING Kerusuhan 27 Juli 1996 di Jakarta.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat, akibat peristiwa berdarah tersebut, sedikitnya 5 orang tewas, 149 luka, dan 23 orang dilaporkan hilang.

Budiman mengatakan, PRD dituding menjadi dalang kerusuhan karena ia dan kawan-kawan kerap menjadi bagian dalam mimbar bebas yang digelar di kantor PDI sebelum meletusnya kerusuhan.

Diinterogasi

Budiman dan kawan-kawannya yang ditangkap rupanya dibawa ke kompleks Badan Intelijen ABRI di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Budiman dikurung dalam sel dengan kasur yang penuh bercak darah kering.

Di tempat itu, Budiman diinterogasi selama berhari-hari. Tak jarang, interogasi berlangsung hingga lewat tengah malam.

"Mereka enggak pernah tanya saya melakukan apa, melakukan atau enggak, yang ditanya adalah isi manifesto itu (manifesto PRD), ya sesekali ditanya uang dari mana," ujar Budiman.

Baca juga: 2 Jam Pertemuan Prabowo-Budiman Sudjatmiko: Bicara Kecocokan hingga Manuver ke Gerindra

Oleh karena ditanya soal manifesto PRD, kata Budiman, sesi interogasi tak ubahnya menjadi debat antara ia dan interogator. Topiknya mulai dari ekonomi, sejarah, hingga politik.

Halaman:


Terkini Lainnya

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Nasional
Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

Nasional
Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Nasional
Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com