JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) menerbitkan larangan untuk hakim mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama.
Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suharto mengatakan, pihaknya menjalankan fungsi pengawasan lewat larangan yang tertuang dalam Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat Beragama yang Berbeda Agama dan Kepercayaan itu.
“MA menjalankan fungsi pengawasan seperti yang diatur dalam Pasal 32 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU MA,” kata Suharto kepada Kompas.com, Kamis (20/7/2023).
Baca juga: MA Larang Hakim Izinkan Pernikahan Beda Agama
Adapun Pasal 32 ayat (1) UU MA menyebutkan, Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman.
Lalu, pada ayat (4) pasal yang sama dikatakan, MA berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada pengadilan di semua badan peradilan yang berada di bawahnya.
Namun demikian, pengawasan tersebut sedianya tidak boleh mengurangi kebebasan hakim.
“Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara,” bunyi Pasal 32 ayat (5) UU Nomor 3 Tahun 2009.
Baca juga: Hakim Dilarang Izinkan Pernikahan Beda Agama, MA: Sesuai UU Perkawinan
Menurut Suharto, Surat Edaran MA ditujukan buat ketua pengadilan banding dan ketua pengadilan tingkat pertama. Isinya, memberikan petunjuk bagi hakim dalam mengadili perkara permohonan pencatatan perkawinan antarumat yang berbeda agama dan kepercayaan.
“Tujuannya jelas untuk memberikan kepastian dan kesatuan penerapan hukum dan itu juga merujuk pada ketentuan undang-undang. Itu sesuai fungsi MA,” ujarnya.
Suharto menyebutkan, aturan itu telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.
“SEMA itu prinsipnya bukan regulasi, tapi pedoman atau petunjuk dan rujukannya juga Pasal 2 UU Perkawinan,” katanya.
Adapun Pasal 2 UU Perkawinan berbunyi:
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu;
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara itu, SEMA Nomor 2 Tahun 2023 berbunyi sebagai berikut:
“Untuk memberikan kepastian dan kesatuan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
Surat edaran itu diteken Ketua MA Muhammad Syariffudin di Jakarta pada 17 Juli 2023.
Baca juga: MA Larang Pengadilan Kabulkan Nikah Beda Agama, Mendagri: Prinsipnya Ikuti Pengadilan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.